A. Nyepi
Nyepi adalah hari besar
umat hindu yang di akui oleh Pemerintah dengan menjadikan tanggal jatuhnya hari
Raya Nyepi tersebut sebagai tanggal merah,atau libur nasional.
Ada empat brata, atau
pantangan yang umat hindu lakukan dalam hari raya Nyepi, yang sering di sebut
dengan Catur Brata PeNyepian yang terdirii dari, Amati Geni, Amati karya, Amati
Lelanguan, dan Amati Lelungean.
Amati Geni, atau tidak
menyalakan api, secara arafiah masyarakat hindu pada saat hari raya Nyepi tidak
menyalakan api dalam bentuk apapun, ini artinya tidak ada yang menyalakan
tungku (tidak ada kegiatan memasak), tidak ada yang meyalakan lampu (mengarah
pada lampu minyak, mengingat pada masa lampau belum ada listrik maupun energi
semacamnya), tentu saja amati geni juga berarti tidak ada yang menyalakan
rokok, membakar sampah atau semacamnya, ini menjadikan lingkungan bebas dari
polusi asap dan karbon dioksida. Akan tetapi kemudian timbul pertanyaan,
bagaimana jika sesorang hendak sembahyang/maturan, apakah tidak menyalakan dupa
atau asep? Sedangkan dalam kegiatan ini identik dengan asap/pasepan dan
dupa.(kaitannya dengan kepercayaan umat hindu terhadap tri saksi yang salah
satunya adalah api, sehingga dalam setiap kegiatan ritual umat hindu akan di
jumpai wujud api, baik dalam bentuk dupa ataupun pasepan dan atau yang lainnya.
Amati karya atau tidak
melakukan aktivitas kerja, pada perayaan Nyepi tak ada yang boleh bekerja.
Semua hanya boleh diam dirumah masing-masing, akan tetapi apakah benar tidak
boleh bekerja, apa maksudnya tidak boleh bekerja, jika hanya menarik nafas saja
itu adalah masuk dalam katagori bekerja, bahkan dalam bhgawad gita di jelaskan
bahkan tanpa bekerja tubuhpun tak dapat bertumbuh, lalu bagamana bisa ada amati
karya, yang jelas-jelas bertentangan dengan Bhagavad gita, sedangkan Bhagavad
Gita merupakan salah satu bagian dari Veda.
Amati lelanguan atau
tidak bersenang-senang atau tidak berfoya-foya. Apapun yang masuk katagori
bersenang-senang, atau berfoya-foya pada perayaan nyepi itu di larang,
berpesta, menonton tv, judi, mabuk dan sebagainya. jika demikian apa yang musti
di lakukan, bekerja tidak boleh, masak tidak boleh karena memasak harus
menyalakan api, maturan atau sembahyang tidak boleh, karena itu merupakan
bagian dari kegitan kerja? Lalu apa?
Amati lelanguan atau
tidak berpergian, ini artinya dalam peryaan nyepi seseorang hanya boleh berada
di rumah saja, tidak boleh melakukan perjalanan keluar rumah. Lalu bagaimana
jika ada sesuatu yang mendesak dan sifatnya darurat? Apakah tetap tidak boleh
keluar rumah?. Praktis keempat larangan dalam nyepi ini atau catur brata
penyepian ini membuat seseorang berubah menjadi patung hidup dalam sehari, itu
menurut saya, dan jika dicermati secara harafiah, demikianlah adanya tentang
perayaan nyepi. Dan lalu bagaiamana anda menanggapinya? Itu tergantung dari
pola pikir anda, itu semua sah sah saja.
Sekarang saya ingin
membahas kembali catur brata penyepian di atas,dan mari kita lihat ada apa
dengan catur brata penyepian dari sudut pandang saya secara filsafat versi
saya.
Hindu adalah agama yang
begitu demokratis dan fleksibel, demokratis artinya seseorang boleh menentukan
sikap sesuai dengan pandangan dan pola pikir masing-masing tanpa perlu ada
intimidasi atau intervensi seperti ajaran agama rumpun yahudi, dalam hindu
tidak akan ada yang di murtad atau di haramkan, tak ada acaman siksa neraka
atau janji manis surga, semua bebas melakukan apapun tentu saja harus
bertanggug jawab atas itu, saya berbicara begini dalam koridor filsafat bukan
adat budaya atau etika, ketika saya berbicara etika, akan terbentur dengan yang
namanya karma phala, dan inilah jaminan kebebasan umat hindu ini modal dari
demokrasi umat hindu, setiap orang bertanggung jawab atas diri masing-masing
dan atas apa yang dilakukannya tentu saja tidak ada hubungannya dengan orang
lain termasuk orang tua. Fleksibel artinya hindu seperti air selalu menuruti atau
mengikuti bentuk dari pada tempatnya di tampung sedang permukaannya tetap rata,
lihat saja hindu di india tentu tidak mengenal hari raya seperti hindu di
Indonesia termasuk nyepi, begitu juga dengan di tempat lain yang hindu akan
berbeda pula sesui dengan local geniusnya, atau budaya local, jadi bisa di
katankan nyepi dan hari raya yang lain yang kita kenal hanya ada di Indonesia
tentu saja termasuk catur brata penyepian di atas, dan satu lagi menurut viveka
nanda, hindu itu universal, karena hindu mampu memuaskan semua jenis pikiran
manusia, terkait dengan hindu yang demokratis dan fleksibel. Atas dasar ketiga
sifat hindu ini, ketika hindu berada di Indonesia pada umumnya dan di bali pada
khususnya, maka hindu berkembang dan di jalannkan sesuai dengan pola pikir,
budaya dan adat setempat, kaitannya dengan Nyepi dan Catur Bratanya hal inilah
yang melatar belakanginya. Meskipun demikian hindu tak pernah lepas atau keluar
dari tiga kerangka dasarnnya yaitu Filsafat(tattwa), Etika(susila) dan Ritual(upacara).
Catur brata penyepian yang secara arafiah yang kita ketahui dan sampai detik
ini masih kita jalani adalah bentuk etika dari nyepi itu sendiri. Amati geni,
yaitu tidak menyalakan api, yang di maksud dengan api disini lebih mengarah
pada api yang ada di dalam diri sendiri yang sendrung bersifat negative,
seperti amarah, ego, nafsu, keingianan, yang biasannya selalu berkobar, baik di
sadari atau tidak, di ketahui atau tidak. Api inilah yang di maksud oleh para
orang suci,pada saat nyepi harus di amati tidak di nyalakan, diredam, ini
merupakan konsep pengekangan indria,tapa. Akan tetapi masyarakat awam tentu
saja akan merasa asing dengan konsep ini, apalagi jika harus melaksanakannya,
nah atas dasar ini maka secara etika setiap nyepi amati geni di laksanakan
secara simbolis dengan tidak menyalakan api secara fisik dalam segala jenisnya,
baik api tungku, lampu, dan sebagainya. dengan harapan masayarakat mampu
merenungi konsep aslinya. Nah jika demikian berarti boleh dong menyalakan api
pada saat nyepi? Boleh saja! Asal saja bertanggung jawab. Bertanggung jawab
bagaiamana? Ketika masyarakat dalam hal ini tetangga, orang lain di kampung
kita, sedang merayakan nyepi, saat kita menyalakan api haruslah melihat
situasi, jadilah dewasa, tidak mungkin dan tidak etis serta tidak sopan jika kita
kemudian memasak secara vulgar, sehingga mengganngu yang lainnya, harus di
pikirkan juga batas-batasannya, ketika di pertanyakan haruslah mampu
menjalaskan secara bijaksana sehingga, orang lain mampu juga memahaminya.begitu
juga dengan bagian dari catur brata yang lainnya, amati geni, amati lelanguan
dan amati lelungaan, apa yang kita lihat dan jalani merupakan wujud simbolis
dan etika dari wujud tapa/brata yang lebih halus, hal ini memungkinkan
masyarakat awam mampu menjalaninya dan tidak hanya orang suci saja yang
melakukannya, amati karya memiliki
makna, bahwa seseorang haruslah melakukan segala sesuatu sebagai persembahan
terhadap tuhan, dengan kata lain menjadikan segala kegiatan kerja sebagai
yajna, seseorang bekerja demi kerja itu sndiri, dengan tanpa memikirkan
hasilnya, ini merupakan pengendalian diri yang luar biasa serta dalam kehidupan
sehari-hari akan menjadikan seseorang pekerja yang professional. Ini adalah
konsep karma yoga seperti yang di ajarkan krisna pada arjuna dalam bhagavad
gita, bekerja demi kerja itu sendiri, menyerahkan semua hasilanya sebagai
bahkti kepada Tuhan. Bekerja dalam diam dan diam dalam bekerja.inilah yang di
harapkan di pahami dan direnungkan dalam nyepi dengan melaksanakan amati karya.
Karna tidsk mungkin seseorang hidup tanpa kerja. Semua itu telah di jelaskan
dalam bhagavad gita. Amati lelungean.
Tidak pergi ini artinya pikirannlah yang tidak pergi, banyak yang tanpa sadar
tanpa di ketahui oleh dirinya sendiri, ketika melakukan apapun dalam
kesehariannya, pikirannya entah kemana, apalagi dalam melakukaan kegiatan
persembahyaangan, maka cendrung badan saja yang sembahyang tapi pikiran tidak.
Tidak pada saat sembahyang saja, tapi hampir di setiap aktivitas seseorang mengalami
hal demikian, nah dalam perayaan Nyepi hal itu menjadi obyek pengendalian,
pikiran yang biasanya mengembara, berkeliaran, yang oleh orang suci sering di ibaratkan seperti anjing liar yang tak
pernah mau diam, pada moment Nyepi, pikiran yang biasanya liar berusaha untuk
di kendalikan, ketika pikiran di kendalikan, maka indria lebih sensitiif.
Karena segala Sesutu berawal dari pikiran, bahkan indria hanya merupakan alat
pikiran saja, pikiran lha yang menjadi tuannya. Ketika alam semesta adalah
ilusi dan maya maka pikiranlah yang menjadi pusatnya. Ketika seseorang
mengendalikan pikiran maka maya yang di sebabkan oleh pikirn akan
perlahan-lahan akan memudar dan kebenarnnya akan terlihat, inilah yang yang
menjadi tujuan dari amati lelungean. Amati
lelanguan, tidak bersenang-senang, tidak berfoya-foya .yang namanya
berfoya-foya dan bersenang senang, itu memang tidak baik jika berlebihan.
Ketika seseorang berfoya-foya dan bersenang-senang, cendrung menjadi lupa dan
kecanduan, dalam veda sering di katakana bahwa bersenang-senang dan
berfoya-foya cendrung menutupi sifat satwika, seseorang karena yang mendominasi
adalah sifat rajasa. Nah dalah moment hari raya Nyepi ini, kita di kondisikan
dan di harapkan mampu untuk mengekang sifat rajasa ini, lalu kemudian
mengembangkan sifat satwika. Dalam keadaang bersenang-senang dan tau
berfoya-foya, pikiran dalam posisi terikat pada obyek dan cendrung menjadi
ikatan itu cendrung lebih kuat, sehingga kebenaran lebih dalam tenggelam dalam
lautan maya, yang di ciptakan ole pikiran yangbegitu kuat terikat pada
obyeknya, Nyepi memungkinkan seseorang berusaha untuk megendalikan pikiran,
melepaskan pikiran dari iktan obyeknya, yang pada akhirnya kebenaran akan
terungkap, karena kebenaran hanya dapat di ketahui dan di alami oleh pikiran
yang bebas dari ikatan obyek indria, atau pada tingkat yang lebih hebat,
pikiran tak lagi mempengaruhi sang diri sejati, dan pikiran tak lebih dari
pusat maya. Seperti layaknya cermin, seseorang tak bisa melihat sang diri jika
cermin tersebut masih tertutup debu, tapi ketika debu di bersihkan dan cermin
kembali bersih dan bening, maka sang diri akan muncul dengan sendirinya.
Nyepi merupakn konsep
hari raya yang komplit memproyeksikan tri krangka agama hindu, dimana dalam Nyepi
setiap brata yang dilakukan mengandung tiga makna yang terdapat dalam tri
krangka agama hindu, yaitu filsafat, etika, dan upacara, upacara adalah tentang
bagaimana Nyepi tiu di rayakan, dari melasti, ogoh-ogoh, mecaru, dan ngebak
geninya, etika adalah tentang bagaimana semua rangkaikan Nyepi itu di lakukan
termasuk catur brata peNyepiannya, dan filsafat adalah tentang sesuatu yang
lebih halus yang di wakilkan oleh setiap rangkaian perayaan Nyepi itu sendiri.
Inilah perayaan Nyepi.
Jika kita amati, andai
saja semua dengan disiplin melaksanakan catur brata penyepian, maka terdapat
dampak positif bagi tidak saja buana alit akan tetapi juga bagi buana agung
atau alam semesta atau paling tidak bumi ini saja. Dengan tidak menyalakan api,
memadamkan listrik, tidak pergi berarti tidak ada kendaraan bermotor itu
berarti tidak ada gas co2 yang di keluarkan, dengan tidak bersenang-senang maka
itu adalah penghematan baik materil dan pikiran, ini dia dampak positifnya,
seseorang bisa lebih peka terhadap suara alam yang hanya akan terdengar dan di
pahami ketika seseorang dalam keadaan diam dan keadaan sekitarnya juga sunyi.
pencaarian kedalam akan lebih focus, badan dan pikiran akan mendapat rehat yang
cukup, dan untuk alam, alam akan tersenyum untuk saat itu, rumput-rumput dapat
tenang karena satu hari tak ada yang mengganggunya, bumi tersenyum karena tak
harus menghirup udara kotor. Satu hari global warming terhambat. Itulah nyepi.
B. Ogoh-ogoh dan kala
Ogoh-ogoh
adalah sebuah karya seni yang selalu mejadi bagian dari perayaan Nyepi,
ogoh-ogoh merupakan bentuk kala, dan kala dalam bahasa Indonesia adalah waktu.
Waktu adalah yang menelan dan menggilas segalanya tanpa pandang bulu, tak ada
yang luput darinya, waktu memakan segalanya, itulah yang di gambarkan dengan
bentuk ogoh-ogoh, selain itu juga dalam kepercayaan masyarakat hindu bali, kala
adalah energy negative yang sifatnya megahancurkan dan selalu memebawa dampak
buruk. Ini juga yang berusaha di gambarkan dalam wujud ogoh-ogoh yang kemudian
di arak dalam perayaan nyepi, tepatnya sehari sebelum Nyepi, kenapa? Agar semua
dari kita menyadari bahwa kala yang di wakilkan dengan ogoh-ogoh itu, bahwa
kala(energy negative) adalah bagian intergral dari kehidupan manusia baik
secara umum ataupun khusus tak ada yang luput dari hal itu, dengan menyadari
itu semua, bahwa manusia tak akan luput dari yang namanya rwa bineda, maka
seseorang hendaknya selalu belajar untuk menjadi tidak saja dewasa dalam usia
akan tetapi juga dalam hal berfikir(menjadi bijak). Tak pernah ada saat dimana
ada orang hidup tanpa melakukan kesalahan begitu juga sebaliknya dengan
kebaikan, dan satu lagi dihadapan waktu tak ada yang namanya kaya dan miskin,
baik dan buruk, tua atau muda semua sama, waktu tetap akan menggilasnya,
ingatlah selalu waktu yang membawa kelahiran, kehidupan maka waktu juga yang
membawa kematian. Tua tak menjadi alasan mati, karena ada yang mati muda,
menderita dan melarat bukan syarat mati, karena orang kaya juga mati, sakit pun
demikian karena ada yang sehat saja mengalami kematian, menyadari ini di
harapkan sesorang akan menjadi lebih bijak, menekan ego dan mulai berfikir
bahwasanya tak ada satupun yang dapat di banggakan dalam kehidupan, tak ada
yang bisa di pamerkan, di sombongkan dalam kehidupan, semua tidak aka nada
gunanya ketika waktu membawa kematian kehadapan kita, tidak kekayaan, tidak
kekuasaan, tidak juga kesaktian yang dapat menghindarkan seseorang dari yang
namanya kematian. Ini lah pembelajarannya, inilah pesan yang terkandung dalam moment parade ogoh-ogoh.
Ogoh-ogoh di buat kemudian diarak dan di bakar, sehari sebelum nyepi guna
menetralisir, menyeimbangkan kembali antara kekuatan negative dan kekuatan
positif di akhir tahun saka dan menjalani keseimbangan di tahun yang baru,
sehingga memberikan semangat dharma yang baru pula. Itulah ogoh-ogoh dan kala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar