Jumat, 24 April 2015

Nyepi dan Ogoh-ogoh


A.  Nyepi
Nyepi adalah hari besar umat hindu yang di akui oleh Pemerintah dengan menjadikan tanggal jatuhnya hari Raya Nyepi tersebut sebagai tanggal merah,atau libur nasional.
Ada empat brata, atau pantangan yang umat hindu lakukan dalam hari raya Nyepi, yang sering di sebut dengan Catur Brata PeNyepian yang terdirii dari, Amati Geni, Amati karya, Amati Lelanguan, dan Amati Lelungean.
Amati Geni, atau tidak menyalakan api, secara arafiah masyarakat hindu pada saat hari raya Nyepi tidak menyalakan api dalam bentuk apapun, ini artinya tidak ada yang menyalakan tungku (tidak ada kegiatan memasak), tidak ada yang meyalakan lampu (mengarah pada lampu minyak, mengingat pada masa lampau belum ada listrik maupun energi semacamnya), tentu saja amati geni juga berarti tidak ada yang menyalakan rokok, membakar sampah atau semacamnya, ini menjadikan lingkungan bebas dari polusi asap dan karbon dioksida. Akan tetapi kemudian timbul pertanyaan, bagaimana jika sesorang hendak sembahyang/maturan, apakah tidak menyalakan dupa atau asep? Sedangkan dalam kegiatan ini identik dengan asap/pasepan dan dupa.(kaitannya dengan kepercayaan umat hindu terhadap tri saksi yang salah satunya adalah api, sehingga dalam setiap kegiatan ritual umat hindu akan di jumpai wujud api, baik dalam bentuk dupa ataupun pasepan dan atau yang lainnya.
Amati karya atau tidak melakukan aktivitas kerja, pada perayaan Nyepi tak ada yang boleh bekerja. Semua hanya boleh diam dirumah masing-masing, akan tetapi apakah benar tidak boleh bekerja, apa maksudnya tidak boleh bekerja, jika hanya menarik nafas saja itu adalah masuk dalam katagori bekerja, bahkan dalam bhgawad gita di jelaskan bahkan tanpa bekerja tubuhpun tak dapat bertumbuh, lalu bagamana bisa ada amati karya, yang jelas-jelas bertentangan dengan Bhagavad gita, sedangkan Bhagavad Gita merupakan salah satu bagian dari Veda.
Amati lelanguan atau tidak bersenang-senang atau tidak berfoya-foya. Apapun yang masuk katagori bersenang-senang, atau berfoya-foya pada perayaan nyepi itu di larang, berpesta, menonton tv, judi, mabuk dan sebagainya. jika demikian apa yang musti di lakukan, bekerja tidak boleh, masak tidak boleh karena memasak harus menyalakan api, maturan atau sembahyang tidak boleh, karena itu merupakan bagian dari kegitan kerja? Lalu apa?
Amati lelanguan atau tidak berpergian, ini artinya dalam peryaan nyepi seseorang hanya boleh berada di rumah saja, tidak boleh melakukan perjalanan keluar rumah. Lalu bagaimana jika ada sesuatu yang mendesak dan sifatnya darurat? Apakah tetap tidak boleh keluar rumah?. Praktis keempat larangan dalam nyepi ini atau catur brata penyepian ini membuat seseorang berubah menjadi patung hidup dalam sehari, itu menurut saya, dan jika dicermati secara harafiah, demikianlah adanya tentang perayaan nyepi. Dan lalu bagaiamana anda menanggapinya? Itu tergantung dari pola pikir anda, itu semua sah sah saja.
Sekarang saya ingin membahas kembali catur brata penyepian di atas,dan mari kita lihat ada apa dengan catur brata penyepian dari sudut pandang saya secara filsafat versi saya.
Hindu adalah agama yang begitu demokratis dan fleksibel, demokratis artinya seseorang boleh menentukan sikap sesuai dengan pandangan dan pola pikir masing-masing tanpa perlu ada intimidasi atau intervensi seperti ajaran agama rumpun yahudi, dalam hindu tidak akan ada yang di murtad atau di haramkan, tak ada acaman siksa neraka atau janji manis surga, semua bebas melakukan apapun tentu saja harus bertanggug jawab atas itu, saya berbicara begini dalam koridor filsafat bukan adat budaya atau etika, ketika saya berbicara etika, akan terbentur dengan yang namanya karma phala, dan inilah jaminan kebebasan umat hindu ini modal dari demokrasi umat hindu, setiap orang bertanggung jawab atas diri masing-masing dan atas apa yang dilakukannya tentu saja tidak ada hubungannya dengan orang lain termasuk orang tua. Fleksibel artinya  hindu seperti air selalu menuruti atau mengikuti bentuk dari pada tempatnya di tampung sedang permukaannya tetap rata, lihat saja hindu di india tentu tidak mengenal hari raya seperti hindu di Indonesia termasuk nyepi, begitu juga dengan di tempat lain yang hindu akan berbeda pula sesui dengan local geniusnya, atau budaya local, jadi bisa di katankan nyepi dan hari raya yang lain yang kita kenal hanya ada di Indonesia tentu saja termasuk catur brata penyepian di atas, dan satu lagi menurut viveka nanda, hindu itu universal, karena hindu mampu memuaskan semua jenis pikiran manusia, terkait dengan hindu yang demokratis dan fleksibel. Atas dasar ketiga sifat hindu ini, ketika hindu berada di Indonesia pada umumnya dan di bali pada khususnya, maka hindu berkembang dan di jalannkan sesuai dengan pola pikir, budaya dan adat setempat, kaitannya dengan Nyepi dan Catur Bratanya hal inilah yang melatar belakanginya. Meskipun demikian hindu tak pernah lepas atau keluar dari tiga kerangka dasarnnya yaitu Filsafat(tattwa), Etika(susila) dan Ritual(upacara). Catur brata penyepian yang secara arafiah yang kita ketahui dan sampai detik ini masih kita jalani adalah bentuk etika dari nyepi itu sendiri. Amati geni, yaitu tidak menyalakan api, yang di maksud dengan api disini lebih mengarah pada api yang ada di dalam diri sendiri yang sendrung bersifat negative, seperti amarah, ego, nafsu, keingianan, yang biasannya selalu berkobar, baik di sadari atau tidak, di ketahui atau tidak. Api inilah yang di maksud oleh para orang suci,pada saat nyepi harus di amati tidak di nyalakan, diredam, ini merupakan konsep pengekangan indria,tapa. Akan tetapi masyarakat awam tentu saja akan merasa asing dengan konsep ini, apalagi jika harus melaksanakannya, nah atas dasar ini maka secara etika setiap nyepi amati geni di laksanakan secara simbolis dengan tidak menyalakan api secara fisik dalam segala jenisnya, baik api tungku, lampu, dan sebagainya. dengan harapan masayarakat mampu merenungi konsep aslinya. Nah jika demikian berarti boleh dong menyalakan api pada saat nyepi? Boleh saja! Asal saja bertanggung jawab. Bertanggung jawab bagaiamana? Ketika masyarakat dalam hal ini tetangga, orang lain di kampung kita, sedang merayakan nyepi, saat kita menyalakan api haruslah melihat situasi, jadilah dewasa, tidak mungkin dan tidak etis serta tidak sopan jika kita kemudian memasak secara vulgar, sehingga mengganngu yang lainnya, harus di pikirkan juga batas-batasannya, ketika di pertanyakan haruslah mampu menjalaskan secara bijaksana sehingga, orang lain mampu juga memahaminya.begitu juga dengan bagian dari catur brata yang lainnya, amati geni, amati lelanguan dan amati lelungaan, apa yang kita lihat dan jalani merupakan wujud simbolis dan etika dari wujud tapa/brata yang lebih halus, hal ini memungkinkan masyarakat awam mampu menjalaninya dan tidak hanya orang suci saja yang melakukannya, amati karya memiliki makna, bahwa seseorang haruslah melakukan segala sesuatu sebagai persembahan terhadap tuhan, dengan kata lain menjadikan segala kegiatan kerja sebagai yajna, seseorang bekerja demi kerja itu sndiri, dengan tanpa memikirkan hasilnya, ini merupakan pengendalian diri yang luar biasa serta dalam kehidupan sehari-hari akan menjadikan seseorang pekerja yang professional. Ini adalah konsep karma yoga seperti yang di ajarkan krisna pada arjuna dalam bhagavad gita, bekerja demi kerja itu sendiri, menyerahkan semua hasilanya sebagai bahkti kepada Tuhan. Bekerja dalam diam dan diam dalam bekerja.inilah yang di harapkan di pahami dan direnungkan dalam nyepi dengan melaksanakan amati karya. Karna tidsk mungkin seseorang hidup tanpa kerja. Semua itu telah di jelaskan dalam bhagavad gita. Amati lelungean. Tidak pergi ini artinya pikirannlah yang tidak pergi, banyak yang tanpa sadar tanpa di ketahui oleh dirinya sendiri, ketika melakukan apapun dalam kesehariannya, pikirannya entah kemana, apalagi dalam melakukaan kegiatan persembahyaangan, maka cendrung badan saja yang sembahyang tapi pikiran tidak. Tidak pada saat sembahyang saja, tapi hampir di setiap aktivitas seseorang mengalami hal demikian, nah dalam perayaan Nyepi hal itu menjadi obyek pengendalian, pikiran yang biasanya mengembara, berkeliaran, yang oleh orang suci sering  di ibaratkan seperti anjing liar yang tak pernah mau diam, pada moment Nyepi, pikiran yang biasanya liar berusaha untuk di kendalikan, ketika pikiran di kendalikan, maka indria lebih sensitiif. Karena segala Sesutu berawal dari pikiran, bahkan indria hanya merupakan alat pikiran saja, pikiran lha yang menjadi tuannya. Ketika alam semesta adalah ilusi dan maya maka pikiranlah yang menjadi pusatnya. Ketika seseorang mengendalikan pikiran maka maya yang di sebabkan oleh pikirn akan perlahan-lahan akan memudar dan kebenarnnya akan terlihat, inilah yang yang menjadi tujuan dari amati lelungean. Amati lelanguan, tidak bersenang-senang, tidak berfoya-foya .yang namanya berfoya-foya dan bersenang senang, itu memang tidak baik jika berlebihan. Ketika seseorang berfoya-foya dan bersenang-senang, cendrung menjadi lupa dan kecanduan, dalam veda sering di katakana bahwa bersenang-senang dan berfoya-foya cendrung menutupi sifat satwika, seseorang karena yang mendominasi adalah sifat rajasa. Nah dalah moment hari raya Nyepi ini, kita di kondisikan dan di harapkan mampu untuk mengekang sifat rajasa ini, lalu kemudian mengembangkan sifat satwika. Dalam keadaang bersenang-senang dan tau berfoya-foya, pikiran dalam posisi terikat pada obyek dan cendrung menjadi ikatan itu cendrung lebih kuat, sehingga kebenaran lebih dalam tenggelam dalam lautan maya, yang di ciptakan ole pikiran yangbegitu kuat terikat pada obyeknya, Nyepi memungkinkan seseorang berusaha untuk megendalikan pikiran, melepaskan pikiran dari iktan obyeknya, yang pada akhirnya kebenaran akan terungkap, karena kebenaran hanya dapat di ketahui dan di alami oleh pikiran yang bebas dari ikatan obyek indria, atau pada tingkat yang lebih hebat, pikiran tak lagi mempengaruhi sang diri sejati, dan pikiran tak lebih dari pusat maya. Seperti layaknya cermin, seseorang tak bisa melihat sang diri jika cermin tersebut masih tertutup debu, tapi ketika debu di bersihkan dan cermin kembali bersih dan bening, maka sang diri akan muncul dengan sendirinya.
Nyepi merupakn konsep hari raya yang komplit memproyeksikan tri krangka agama hindu, dimana dalam Nyepi setiap brata yang dilakukan mengandung tiga makna yang terdapat dalam tri krangka agama hindu, yaitu filsafat, etika, dan upacara, upacara adalah tentang bagaimana Nyepi tiu di rayakan, dari melasti, ogoh-ogoh, mecaru, dan ngebak geninya, etika adalah tentang bagaimana semua rangkaikan Nyepi itu di lakukan termasuk catur brata peNyepiannya, dan filsafat adalah tentang sesuatu yang lebih halus yang di wakilkan oleh setiap rangkaian perayaan Nyepi itu sendiri. Inilah perayaan Nyepi.
Jika kita amati, andai saja semua dengan disiplin melaksanakan catur brata penyepian, maka terdapat dampak positif bagi tidak saja buana alit akan tetapi juga bagi buana agung atau alam semesta atau paling tidak bumi ini saja. Dengan tidak menyalakan api, memadamkan listrik, tidak pergi berarti tidak ada kendaraan bermotor itu berarti tidak ada gas co2 yang di keluarkan, dengan tidak bersenang-senang maka itu adalah penghematan baik materil dan pikiran, ini dia dampak positifnya, seseorang bisa lebih peka terhadap suara alam yang hanya akan terdengar dan di pahami ketika seseorang dalam keadaan diam dan keadaan sekitarnya juga sunyi. pencaarian kedalam akan lebih focus, badan dan pikiran akan mendapat rehat yang cukup, dan untuk alam, alam akan tersenyum untuk saat itu, rumput-rumput dapat tenang karena satu hari tak ada yang mengganggunya, bumi tersenyum karena tak harus menghirup udara kotor. Satu hari global warming terhambat. Itulah nyepi.
B.  Ogoh-ogoh dan kala
Ogoh-ogoh adalah sebuah karya seni yang selalu mejadi bagian dari perayaan Nyepi, ogoh-ogoh merupakan bentuk kala, dan kala dalam bahasa Indonesia adalah waktu. Waktu adalah yang menelan dan menggilas segalanya tanpa pandang bulu, tak ada yang luput darinya, waktu memakan segalanya, itulah yang di gambarkan dengan bentuk ogoh-ogoh, selain itu juga dalam kepercayaan masyarakat hindu bali, kala adalah energy negative yang sifatnya megahancurkan dan selalu memebawa dampak buruk. Ini juga yang berusaha di gambarkan dalam wujud ogoh-ogoh yang kemudian di arak dalam perayaan nyepi, tepatnya sehari sebelum Nyepi, kenapa? Agar semua dari kita menyadari bahwa kala yang di wakilkan dengan ogoh-ogoh itu, bahwa kala(energy negative) adalah bagian intergral dari kehidupan manusia baik secara umum ataupun khusus tak ada yang luput dari hal itu, dengan menyadari itu semua, bahwa manusia tak akan luput dari yang namanya rwa bineda, maka seseorang hendaknya selalu belajar untuk menjadi tidak saja dewasa dalam usia akan tetapi juga dalam hal berfikir(menjadi bijak). Tak pernah ada saat dimana ada orang hidup tanpa melakukan kesalahan begitu juga sebaliknya dengan kebaikan, dan satu lagi dihadapan waktu tak ada yang namanya kaya dan miskin, baik dan buruk, tua atau muda semua sama, waktu tetap akan menggilasnya, ingatlah selalu waktu yang membawa kelahiran, kehidupan maka waktu juga yang membawa kematian. Tua tak menjadi alasan mati, karena ada yang mati muda, menderita dan melarat bukan syarat mati, karena orang kaya juga mati, sakit pun demikian karena ada yang sehat saja mengalami kematian, menyadari ini di harapkan sesorang akan menjadi lebih bijak, menekan ego dan mulai berfikir bahwasanya tak ada satupun yang dapat di banggakan dalam kehidupan, tak ada yang bisa di pamerkan, di sombongkan dalam kehidupan, semua tidak aka nada gunanya ketika waktu membawa kematian kehadapan kita, tidak kekayaan, tidak kekuasaan, tidak juga kesaktian yang dapat menghindarkan seseorang dari yang namanya kematian. Ini lah pembelajarannya, inilah pesan yang  terkandung dalam moment parade ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh di buat kemudian diarak dan di bakar, sehari sebelum nyepi guna menetralisir, menyeimbangkan kembali antara kekuatan negative dan kekuatan positif di akhir tahun saka dan menjalani keseimbangan di tahun yang baru, sehingga memberikan semangat dharma yang baru pula. Itulah ogoh-ogoh dan kala.

Sabtu, 11 Oktober 2014

Kekasih Abadi



Siang dan malam adakah bedanya?
Pagi hinggap menggendong siang menuju senja
Kala mentari tertelan cakrawala hingga lembayung merona
Malam menghampiri membawa tawaran sejuta mimpi
Mimpi yang tak ubahnya seperti kenyataan
Hingga terlalu banyak pikiran yang mencintai mimpi
Hingga lupa dengan kenyataan yang tak beda jua layaknya mimpi
Jika dalam kenyataan benci selalu memburu hal buruk
Dalam mimpi pun kebaikan selalu di elukan
Lalu apa bedanya?
Mimpi memberikan baik dan buruk, hingga mentari membuka mata
Dan kenyataan hingga mentari menutup mata.

Tarian Cinta

Aku mengeliat bersama rasaku yang tak lagi hampa.
fajar menyentuh sanubari membelai asa
mentari tersenyyum ramah menggoda
merayap ratap di antara rasa  yang bersahaja

aku menari di antara embun yang lembut membasuh pagi
bersama burung yang sambut sang hari
dalam hati yang merindu sepi
dan kini sepi dan sunyi

hari yang yang tergilas waktu
tak jua bawaku menepi dari rasa yang beku
tentang kamu yang membuatku rindu
dia antara yang tak ingin aku tau tapi tetap membatu

ketika asa yang ku rajut kini tak lagi berarti
mentaripun enggan menyapa hari
dan kini terselip di ketiak cakrawala
membawa senja yang dingin membara

                                                          omieng



Mentari yang kemari




Masa lalu seakan di bawa paksa di pangkuanku
Aku seakan di paksa lari dari masa kini
Terdampar di masa lalu
Terhenyak dalam diam
Setiap tarikan nafas berarti satu kenangan yang tak lekang oleh waktu
Yang bernama masa lalu
Dawai yang bersiul
Bak tali yang mengikatku di tiang kenangan
Terlelap juga aku..aku bermimpi dengan mata terbuka
Tapi tak ku lihat mata
Hanya aku hidup lagi dimasa yang tak lagi ada
Terjebak dalam labirin yang semakin dalam menjebakku.
Hingga kapan nanti..
Masa lalu menganti  masa kiniku
Sejenak memang tapi cukup merapas rasa di gudang hati
Dan aku terdampar dalam diam
omieng

Sabtu, 21 Desember 2013

Amarah



Marah.....siapa yang tidak pernah marah? Setiap orang pasti pernah marah. Marah adalah sebuah reaksi emosional terhadap suatu objek, baik  berupa situasi, kondisi atau aksi. Marah merupakan ekspresi yang manusiawi. Tapi marah itu biasanya menimbulkan efek negatif bagi subyek atau objeknya.
Seorang yogi pernah berkata bahwa marah adalah salah satu dari empat pengendalian yang harus di lakukan. Yogi ini adalah guru dari swami rama. Marah menjadikan seseorang tidak melihat kebenaran dengan baik karena segala logika hati dan pikiran cendrung tertutup oleh rasa marah itu, jadi yang ada di otaknya adalah amarahnya dan bagaimana mengungkapkannya, hingga ia merasa lega dan puas. Seseorang yang marah cendrung tidak sadar dengan apa yang di katakan dan apa yang di lakukan. Biasanya akan ada penyesalan setelah itu. Amarah itu sifatnya merusak. Sehingga harus di kendalikan.
Bagaiamana mengendalikannya?  Ketika seseorang marah, merasakan emosi yang memuncak dan pikiran yang panas, seseorang biasanya langsung mengelurakannya, mengekspresikannya dan melakukan sesuatu yang menjadikan amarahnya tersalurkan dan berkata kata di luar kendalinya, yang biasanya keras, dan kasar. Dalam keadaan marah seseorang biasanya memiliki energi yang lebih, kemampuan yang tidak biasa. Misalkan jika dalam keadaan biasa seseorang takut akan kegelapan,maka ketika dalam keadaan marah seketika itu seseorang  tak akan takut lagi. Jika dalam keadaan biasa seseorang hanya mampu mengangkat beban hanya 50kg, maka dalam keadaan marah seseorang akan mampu mengangkat lebih dari biasanya, dan tentu saja itu di luar kendali dan kesadarannya, meski ada yang merasa menyadarinya, tapi dia tak lebih dari sekedar merasa. Karena hal ini lah terkadang banyak orang yang mengatakan amarah adalah sebuah energi, tapi sebenarnya bukan. Amarah itu bukan energi. Energi ya energi, marah ya marah.   jika ingin mengendalikan amarah seseorang perlu berlatih, biasanya dengan cara menghela nafas, seseorang yang rutin melakukan meditasi lebih bisa mengendalikan amarah, tapi bagi saya itu tidak lebih dari sekedar menahan amarah dari pada pengendalian. pernah dengar kan seseorang yang merasa sesak atau seseorang yang bercerita tentang apa yang di alami karena tidak bisa mengekspresikan atau melampiaskan amarahnya? saya bahkan pernah mendengar seseorang yang sampai sakit hanya karena itu. mengendalikan marah itu berbeda dengan menahan marah. jika seseorang menahan marah yang di anggap kebanyakan orang adalah mengendalikan amarah, seseorang itu sedang menampung energi yang begitu besar, dan jika tidak disalurkan akan menyebabkan kerusakan dalam jangka panjang, dan menimbulan stres dan sakit hati, bahkan pada penderita hypertensi dan jantung tidak jarang mengalami kematian hanya karena amarah. energi yang di hasilkan pada dasarnya adalah energi murni yang sangat stabil, dan setiap mahluk hidup khususnya manusia memilikinya.
jadi bagaimana? marah itu sebaik “tidak” bukan “jangan” ketika seseorang mengendalikan amarah sebenarnya dia sudah marah hanya saja ditahan dan tidak di keluarkan, inilah yang sering menjadi masalah. amarah timbul karena ada kontak indria terhadap suatu objek pemicu, kemudian di teruskan ke otak(pikiran) sehingga energi murni yang ada dalam diri seseorang itu terpicu dan bergejolak. amarah hanya produk pikiran akibat adanya kontak indria terhadap obyek luar. akibat dari kontak ini pikiran memproduksi begitu banyak reaksi, salah satunya adalah amarah, semua reaksi yang sifatnya ekstrim akan memicu energi yang yang ada dalam diri, dan amarah salah satunya, sehingga energi itu keluar dalam wujud amarah, tapi bukan berarti amarah itu adalah energi, tapi energi itu seolah olah bertransformasi sebagai amarah, sehingga banyak pihak yang mengklaim amarah itu adalah energi, padahal amarah dan energi itu berbeda, amarah tidak lebih hanya sebuah kedok semata.
jika inpuls yang di terima indria tidak sampai di teruskan ke otak (pikiran) maka pikiran tidak akan menerima informasi apapun dari luar, sehingga pikiran tidak akan memproduksi reaksi apapun juga yang biasanya di hasilkan pikiran jika indria ada kontak dengan objek luar, termasuk amarah. dalam kondisi seperti inilah seseorang dikatakan mampu mengendalikan marahnya dalam arti tidak marah dan bukan marah. jadi inilah maksud dari konsep “tidak” dan bukan “jangan”. dan inilah alasan kanapa saya katakan amarah itu bukan energi. energi adalah sifatnya murni dan universal berasal dari dalam diri serta permanent energi ini akan tetap ada bahkan ketika seseorang meninggal, energi ini akan  menyatu dengan energi murni alam semesta. sedangkan amarah adalah sebuah reaksi yang di produksi oleh pikiran akibat dari kontak indria dengan objek yang berada di luar. amarah sifatnya negatif, relatif dan dinamis. bagi seorang yang telah mampu bersahabt dengan pikirannya, maka dia akan mampu memilih untuk marah atau tidak dan tidak menjadi terpengaruh oleh amarah itu sendiri, dan dia mampu memanage amarah menjadi sesuatu yang positif. pada dasarnya amarah, bahagia, suka dan duka serta rasa yang lainnya adalah sama, sama – sama produk pikiran, yang membedakannya adalah inpuls dan objek yang menjadi pemicunya. contohnya jika objeknya negeselin dan di luar dari keinginan maka reaksi yang akan di timbulkan adalah amarah, sebaliknya jika obyek yang dinikmati oleh indria adalah sesuatu yang menyenangkan maka reaksi yang di timbulkan adalah senang dan bahagia dan begitu seterusnya. jadi amarah itu bukanlah energi, dan cara mengendalikan amarah adalah dengan tidak marah dalam artian kita tidak terpengaruh oleh reaksi luar tentu saja kita harus bersahabat terlebih dahulu dengan pikiran._

Kematian dan Sesuatu Dibaliknya



Om Svargantu, Moksantu, Sunyantu, Murcantu
“Om Ksama Sampurnaya Nama Swaha”
Artinya :
ya Tuhan yang maha kuasa, semogalah arwah yang meninggal. mendapat surga, manunggal dengan_Mu, mencapai keheningan tanpa derita.
Ya Tuhan, ampunilah segala dosanya, semoga ia mencapai kesempurnaan atas kekuasaan dan pengetahuan serta pengampunan_Mu.
Tahu kan mantra di atas? ya mantra ini adalah mantra untuk orang yang meninggal, setiap mendengar atau melayat untuk seseorang yang meninggal, maka sebaiknya mengucapkan mantra ini. ada begitu banyak pengalaman yang saya alami dengan yang namanya kematian, tapi bukan saya sendiri yang mati_. sampai saya mendapat inspirasi untuk menulis tulisan ini. kematian adalah sebuah kenyataan yang  ternyata sangat di takuti, bahkan mungkin lebih di takuti dari pada Tuhan (meski Tuhan itu tak perlu di takuti), saya pernah bergurau dengan teman-teman ketika sedang berkumpul, ketika seseorang teman yang bercerita tentang mimpinya, dimana dia bermimpi  dia mati, dia bercerita dengan penuh ekspresi  yang memperlihatkan betapa takutnya dia dengan kematian. kemudia saya mulai bergurau. “ kamu takut mati ya? knapa juga takut mati? kayak pernah mati aja? kayak pernah tau aja mati itu seperti apa?” teman-teman saya langsung merungut dan berkerut dahi, dan saya hanya tertawa saja.
ketika mendengar seseorang yang meninggal, kita wajib mendoakannya paling tidak kita mengucapkan mantra di atas, hari ini kita mengucapkan mantra itu untuk seseorang dan mendoakannya, maka suatu hari nanti orang lain akan melakukannya untuk kita. inilah pembelajarannya, dan para yogi selalu memakai abu di tubuh mereka untuk selalu mengingatkan mereka bahwa suatu saat nanti mereka akan menjadi abu, sama seperti yang lain, sehingga mereka memahami dan menyadari semua di alam raya ini adalah sama, tak ada gunanya ego, ego hanya menjadikan kita semakin dalam tenggelam dalam maya. tak ada yang perlu di banggakan dan di sombong-sombongkan di dunia, karena pada kenyataan dunia ini juga akan berakhir suatu saat, semua hanya mimpi semata. lalu apa yang hendak di sombongkan, apa yang mau di banggakan, jika demikian kenapa tidak mulai mengembangkan sikap lebih mengahargai  dan menghormati segala sesuatunya tanpa kecuali terutama sesama manusia. dalam kitab suci Bhagavad Gita di jelaskan bahwa semua yang lahir pasti akan mati. lalu kenapa harus takut mati, mati hanya seperti mengganti pakean lama dengan yang baru. mati adalah sebuah kebahagiaan yang kualitasnya lebih dari kebahagiaan pada umumnya yang di kenal manusia. kematian bukan untuk di takuti, tapi untuk di pahami, demi kualitas hidup yang lebih baik, baik untuk pikiran dan sisi spiritual.
dalam Brahma widia di jelaskan, bagaimana dan apa yang di sebut mati. jadi begini, tubuh manusia itu terdiri dari 7 (tujuh) lapisan yang di sebut dengan sapta sarira, lapisan pertama adalah stula sarira atau badan kasar dan yang kedua adalah maya sarira atau badan maya atau badan pikiran kasar. di antara kedua lapisan badan ini terdapat benang penghubung yang berwarna merah yang di sebut benang suratman/sutratman. benang inilah yang masih menjalin kedua lapisan badan ini sehingga seorang manusia masih bisa di katakan hidup. Mati adalah ketika benang penghubung kedua lapisan badan ini terputus. sehingga seluruh lapisan badan yaitu sapta sarira tersebut akan kembali pada sumbernya masing-masing. badan kasar kembali pada panca mahabhuta begitu juga dengan yang lainnya.
ini dia sapta sarira menurut brahma vidya:
1.      sthula sarira, badan kasar, tubuh.
2.      maya sarira, sama dengan badan halus, badan ini dapat pergi jauh menembus ruang dan waktu bersama dengan manas, dengan tetap berhubungan dengan badan kasar melalui benang sutratman sebagai penghubung. lapisan ini kan tetap eksis di dekat maya sarira ketika seseorang telah meninggal, sebelum badan kasar itu benar benar lebur bersatu dengan panca maha butha. dan ini lah yang sering di sebut hantu kuburan, atau yang dalam budaya indonesia sering disebut dengan pocong, kuntilanak, setan, dan semacamnya. jadi semua hantu yang sering di takuti hanya bersifat bayangan dari badan kasar yang sudah mati, ketika badan kasar telah lebur menjadi satu dengan unsur-unsur dasarnya maka dengan sendirinya maya sarira ini akan lenyap. inilah yang menjadi alasan dalam tradisi hindu ketika seseorang meninggal, mayatnya dikremasi sehingga lebih cepat bdan kasar kembali ke unsur dasarnya, sehingga maya sarira lebih cepat kembali ke unsurnya pula. dengan mengetahui ini maka sudah seharusnya seseorang tidak perlu takut lagi terhadap kehadiran maya sarira.
3.      prana sarira. sama dengan nafas, nafas yang lebih halus, tenaga hidup setiap mahluk hidup. bagi seorang tantrik akan menggunakan tenaga ini atau lapisan badan ini untuk membakitkan kekuatan yang tertidur atau sering di sebut dengan kundalini. bahkan seorang yogi dengan memanfaatkan energi prana mampu untuk tidak makan seumur hidup di mulai dari waktu dia memanfaatkan energi ini.
4.      manas sarira, merupakan kedudukan segala keinginan dan nafsu. jika seseorang marah atau bahagia atau yang lainnya, maka disinilah pusatnya. ketika panca indra mengalami kontak atau interaksi dengan objek luar maka reaksi yang akan timbul, apakah itu, sakit hati, marah, sabar, sedih dan lain sebagainya, di putuskan disini sebelum akhirnya dsalurkan keluar, dalam bentuk ekspresi. lapisan ini mampu menjelajah keluar menembus ruang dan waktu pada saat seseorang tertidur atau dalam keadaan tidak sadar lainnya. sehingga seseorang terkadang merasa pernah merasakan atau mengalami suatu kejadian sebelumnya (de javu). para yogi yang hebat menggunakan lapisan badan ini dan lapisan maya sarira untuk sengaja menjelah ruang dan waktu atau ke alam lain dengan penuh kesadaran.
5.      karana sarira,ini adalah lapisan dimana seseorang terikat dengan Hukum karma, pada lapisan ini  dualitas benar benar eksis. lapisan ini merupakan benih dari perjalanan hidup seseorang selanjutnya, pada lapisan inilah yang namanya karma wasana eksis. surga dan neraka juga eksis dalam alam ini.
6.      Budhi sarira, ini adalah apa yang sering di sebut hati nurani, yang tak pernah salah, dimana lapisan ini mengidentifikasi baik dan buruk. dan segala kebijaksanaan.
7.       antah karana sarira, ini adalah lapisan Tuhan, pusat hidup dari seluruh sarira yang ada.
dengan mengetahui ini tentu tidak ada lagi ketakutan dengan kematian, kematian tidak menjadikan ada yang hilang, semua yang ada tidak pernah akan tidak ada dan yang tidak ada tidak pernah akan ada. kematian hanyalah perubahan bentuk dan proses kembali kebentuk semula. ketika mati, maka badan kasar akan terurai kembali pada unsur dasar yang membentuknya yaitu panca mahabhuta, nafas kembali ke angin atau udara, daging kembali ke tanah, tulang kembali ke batu, darah dan semua bentuk cairan tubuh kembali ke air, dan begitu juga dengan yang lainnya, kembali ke wujud semula. mati berarti melepaskan badan yang sudah usang untuk menggunakan kembali badan yang baru. dengan begitu lantas apa lagi yang ditakuti atas kematian.?