Tuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, di jelaskan
“yang dipercayai oleh orang yang beragama
sebagai Zat Yang Mahatingi, yang Mahakuasa, Mahatahu, Maha
Pengasih, Yang mencipta langit dan bumi dan segala isinya, yang kekal dan abadi
untuk selama lamanya, tunggal dan tiada sekutu dengan_Nya;”(Badudu-Zain :
1542)
Dalam kepercayaan Hindu Tuhan di deskripsikan sebagai Brahman. Ajaran Tattwa menjelaskan Tuhan sebagai personal dan impersonal, yaitu
Tuhan yang berwujud (personal) dan Tuhan yang tak berwujud (Impersonal). Tuhan
yang berwujud atau personal god merupkan manifestasi dari Tuhan yang tidak
berwujud (impersonal god), dengan alasan keterbatasan pemikiran manusia untuk
berkonsentrasi pada sesuatu yang tidak berwujud (impersonal). Tuhan dalam wujud
di gambarkan dengan dewa-dewa seperti Tri
Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) atau dewa yang lain seperti dewa agni(dewa
api), baruna atau waruna (dewa lautan) dewa bayu, yama, dharma dan yang
lainnya. Wujud dewa-dewa ini merupakan manifestasi dari kekuatan alam yang ada,
dan manusia memuja dewa – dewa tertentu dengan tujuan pemenuhan keinginan
mereka saja, sehingga dari sekian banyak umat hindu mereka memuja wujud dewa
yang berbeda, bahkan ada yang memuja wujud leluhur dan atau wujud kekuatan yang
lainnya. semua itu hanya demi kepuasan pikiran dan bhatin (atmanstuti). lalu
bagaimana jika tidak puas..?
impersonal
god ,Tuhan tak
berwujud, atau kosong atau hampa, dikatakan tak berwujud sebenarnya itulah
wujudnya, wujudnya sebagai yang tak berwujud. Dari sekian banyak yang
mengetahui wujud ini, hanya sedikit yang memahaminya dari sedikit yang
memahaminya hanya beberapa saja yang mampu menyadari dan merealisasikanNya.
Dalam konsep ini masih memiliki lapisan halus, kosep ini merupakan tangga
terakhir, sebelum sampai pada Kesadaran tertinggi. Kosong dimana kosongpun
tidak ada.\
impersonal god sering di sebut
sebagai Maha Karana atau penyebab
dari segalanya, meski kosong wujud ini masih di pengaruhi sebab meski
tak di pengaruhi akibat, yang dalam mandukya
upanisad disebut Prajna, sifatnya
semi Advaita atau wasisthadvaita. Dalam Tattwa sering di sebut dengan Purusha dan Predana, wujud energi positif dan negatif, dan wujud inilah yang
seperti namaNya Maha karana menjadi
sebab dari segalanya yaitu alam semesta beserta isinya. Karena sifat dasar dari
Maha Karana (Purusha dan predana)
adalah positif dan negatif, maka itulah yang menjadikan dalam kehidupan ini
semua alam beserta isinya tanpa kecuali termasuk para dewa sekalipun terjerat
oleh dualitas tersebut yang oleh para yogi
sering di sebut dengan pasangan
abadi yaitu kebahagiaan dan penderitaan, suka dan duka, siang dan
malam, hidup dan mati, positif dan negatif,bahkan bumi dimana mahluk hidup
berada, eksis dengan kutub utara dan selatan yang menjadi poros utamanya,
inilah yang di sebut dengan Dualitas/ Dvaita.
Dari Maha karana inilah Makro
dan mikro kosmos terbentuk, dan Maha
Karana terwujud dari sesuatu yang kosong yang tak berawal dan berakhir yang
benar-benar bebas dari yang namanya sebab akibat dalam mandukya upanisad ini disebut Turiya.
Wujud Tuhan ini dalam Tattwa sering
disebut dengan wujud yang tak terfikirkan (acintya
rupa) tapi sebenarnya sih terfikirkan, jika tidak bagaimana istilah
tak terfikirkan itu bisa muncul? mungkin lebih tepatnya, belum ada
istilah dalam bahasa manapun yang mampu mendefinisikan atau menjelaskan
keberadaanNya dengan sempurna. Dalam beberapa literatur juga sering ditemui istilah
purusha uttama.
Purusha
Utama atau Tuhan atau Brahman
merupakan eksistensi yang tak terbatas, Maha segalanya, tak berwujud, abadi,
tak berawal dan tak berakhir, identik dengan kebebasan karena sifatNyalah bebas
itu, bebas dari segala bentuk keterikatan, jika di ibaratkan mengupas bawang
maka pemahamannya sama seperti kulit bawang terakhir dikupas, setelah kulit
bawang terakhir terkupas maka munculah Kebenaran itu yang adalah Tuhan.\. jika
kulit bawang terakhir terkupas apa yang ada? tidak ada! dan itulah kebenarannya
dan itulah Tuhan.
Pada gambar 2 Tuhan mengatasi
segalanya, merupakan awal dari yang awal, Dia yang tak tersentuh namun dapat di
alami dan di rasakan (dirasakan berupa kebahagiaan dan kenikmatan bahkan lebih
membahagiakan dan nikmat dari apa yang pernah di rasakan). erupakan kebenaran
tertinggi, bebas. Tuhan merupakan identitas tanpa identitas. sifatNya statis,
bentuk satu satunya adalah kosong itu sendiri, para Guru dan para yogi
menyebutnya sebagai kesadaran yang tertinggi, tak dapat di temukan dimanapun
juga meski ada dimana-mana, meliputi segalanya. Tapi bisa di rasakan dan di
alami dengan Meditasi tingkat tinggi yang tentu saja melalui bimbingan seorang Guru yang mumpuni. Jika seseorang telah
mendapat bimbingan dari seorang guru dan telah fasih melakukan latihan spritual
dan meditasi, seseorang akan mampu menghapus debu yang menutupi cermin
kehidupannya, sehingga cerminya menjadi bening hingga dapat melihat realitas
sang diri yang utama, keadaan ini menjadikan seseorang itu merasakan kebahagian
dengan kualitas yang sangat berbeda dengan kebahgiaan yang dirasakan ketika
terpenuhinya keinginan dunia, sebuah kebahagiaan yang sangat halus namun tak
terbatas, sifatnya abadi. kebahagiaan ilahi. seorang Yogi yang tercerahkan,
yang telah mengalami kebenaran sejati, maka tak akan tertarik lagi akan
kebahagiaan dunia yang semu, mereka telah jatuh cinta pada kebahagiaan abadi
yang bahkan tak terjelaskan dengan kata-kata.
Awal dari
sebuah awal adalah kosong. Jika kita ingin membuat tulisan, maka harus mengawalinya
di atas kertas kosong, membuat rumah juga harus di lahan yang kosong, membuat
kopi harus dengan gelas yang kosong. Kita hanya bisa meletakan sesuatu pada
tempat yang kosong, kosep ruang kosong ini masih lah sederhana sedangkan Tuhan
adalah konsep Kosong yang universal tak terbatas. Kosong pada gelas, pada
lahan, ruangan, hanya bagian kecil dari kosong yang lebih besar yang ; lebih
tak terbatas. Kosong yang lebih kecil yang disebutkan pada contoh kecil sama
dengan kosong yang universal dan yang tak terbatas, sama – sama kosong, jika
batasan- batasan kosong pada contoh kecil di hilangkan secara menyeluruh maka
kosong yang ada pada contoh kecil tadi akan menyatu dengan kosong yang lebih
besar. Coba lihat gelas yang kosong, kosong pada gelas masih terbatas pada
lingkaran gelas tersebut, begitulah kebenaran yang terselimuti oleh tubuh
manusia, sehingga seorang yogi menyebut tubuh sebagai kuil Tuhan, dan sekarang
bayangkan kosong yang ada di luar gelas, bayangkan jika di luar gelas tak ada
satu apapun termasuk “kita” apa yang terbayangkan? kosong yang tak memiliki
batasan, seperti melihat langit, birunya menandakan tak terbatasnya langit,
terlihat biru hanya kerena terbatasnya indera yang melihatnya. jika gelas di
hancurkan maka kosong yang ada dalam gelas akan membaur dengan kosong di luar
gelas yang tak terbatas, dan tidak lagi bisa di bedakan mana kosong yang ada
dalam gelas tadi dan mana yang kosong yang yang ada di luar gelas. Semuanya
hanya Kosong yang sama, one and only.
Namun kosepnya tak berhenti pada bersatunya kosong pada objek dengan kosong
yang lebih besar di luar objek, karna kosong itu masihlah terlapisi
dengan adanya angin, dan serta energi – energi yang halus, dimana masih ada
pengaruh “pasangan abadi” dualitas. jika yang halus ini sirna maka munculah
kosong yang lebih halus (prajna) yang dalam ulasan Bhagavad Gita disebut
sebagai keadaan Vasisthadvaita yaitu keadaan setengah advaita, dimana dalam
kekosongan itu masih memiliki pengaruh sebab meski tak lagi di pengaruhi akibat
(sebab utama) layaknya kosong yang menjadi alasan keberadaan, tapi tak
terpengaruh oleh keberadaan itu sendiri. jika lapisan ini juga terlampaui, maka
akan muncul kebenarannya yaitu kosong dimana tak ada lagi kosong. Kosong
Universal melampaui segalanya, Murni sifatnya, tetap, bebas, dan Bahagia.
Inilah Tuhan, Inilah kebenaran sejati, sang diri sejati. Tuhan yang oleh sri Krisna dikatakan bahkan para dewa
dan yogipun tak mengetahui_Nya. karena hanya Orang yang telah tercerahi, yang
telah mengalami kesadaran yang mampu menyadari eksistensi Sejati
tersebut.
Dengan memahami kebenaran sejati,
maka persepsi tentang Tuhan pun akan berbeda, lebih-lebih jika telah memiliki
pengalaman serta mengalami kesadaran melalui meditasi. Tuhan hanya sebuah
istilah sebagai pertanda betapa terbatasnya mahluk hidup dalam hal ini manusia
dengan segala indria yang di anugrahkan padanya. Lalu setelah mengetahui “ ITU
“ apakah masih ada Tuhan?
Tuhan tidak ada, tentu saja ketika
seseorang telah mendapat pencerahan, setelah mengalami sendiri kebenaran
sejati. M.K. Gandhi pernah mengatakan “tidak ada Tuhan yang lebih tinggi dari
Kebenaran”. Dalam Ithihasa dan purana serta sastra upanisad Para Guru telah
berulang kali menjelaskan tentang Kebenaran itu, Bukan Tuhan tapi Kebenaran.
Tuhan itu tidak ada, karena Tuhan selama ini di gunakan sebagai istilah untuk
mendeskripsikan kebenaran yang “tidak ada” itu saja, dan kebenarannya adalah
kebenaran itu sendiri. Tidak ada, karena
memang tidak ada apa-apa, dan inilah ciri atau sifatnya; murni, bukan ini,
bukan itu, tak berawal, tak berakhir,lebih tinggi dari yang tertinggi, lebih
rendah dari yang terendah, lebih besar dari yang paling besar, dan lebih kecil
dari yang yang paling kecil, tak terbasahi oleh air, tak terbakar oleh air, tak
terkeringkan oleh angin, tak terlukai oleh senjata, bukan wanita atau lelaki
tak jua di antaranya, berada dimana-mana. Semua itu adalah sifat Tuhan, dan
sifat itu hanya indentik dengan kehampaan murni, ketiadaan yang paling dalam
yang bahkan kosong pun tak ada.
“OM Namo Narayana” “OM Saraswati Ya
Namaha”. sujud PadaMU, semoga apa yang ku sampaikan adalah kebenaran dariMU
semoga bukan yang yang lain selain kebenaran yang tersampaikan.”OM Santih
Santih Santih OM”