Minggu, 27 Oktober 2013

Tuhan



Tuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, di jelaskan “yang dipercayai oleh orang yang beragama sebagai  Zat Yang  Mahatingi, yang Mahakuasa, Mahatahu, Maha Pengasih, Yang mencipta langit dan bumi dan segala isinya, yang kekal dan abadi untuk selama lamanya, tunggal dan tiada sekutu dengan_Nya;”(Badudu-Zain : 1542)
Dalam kepercayaan Hindu Tuhan di deskripsikan sebagai Brahman. Ajaran Tattwa menjelaskan Tuhan sebagai personal dan impersonal, yaitu Tuhan yang berwujud (personal) dan Tuhan yang tak berwujud (Impersonal). Tuhan yang berwujud atau personal god merupkan manifestasi dari Tuhan yang tidak berwujud (impersonal god), dengan alasan keterbatasan pemikiran manusia untuk berkonsentrasi pada sesuatu yang tidak berwujud (impersonal). Tuhan dalam wujud di gambarkan dengan dewa-dewa seperti Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) atau dewa yang lain seperti dewa agni(dewa api), baruna atau waruna (dewa lautan) dewa bayu, yama, dharma dan yang lainnya. Wujud dewa-dewa ini merupakan manifestasi dari kekuatan alam yang ada, dan manusia memuja dewa – dewa tertentu dengan tujuan pemenuhan keinginan mereka saja, sehingga dari sekian banyak umat hindu mereka memuja wujud dewa yang berbeda, bahkan ada yang memuja wujud leluhur dan atau wujud kekuatan yang lainnya. semua itu hanya demi kepuasan pikiran dan bhatin (atmanstuti). lalu bagaimana jika tidak puas..?
impersonal god ,Tuhan tak berwujud, atau kosong atau hampa, dikatakan tak berwujud sebenarnya itulah wujudnya, wujudnya sebagai yang tak berwujud. Dari sekian banyak yang mengetahui wujud ini, hanya sedikit yang memahaminya dari sedikit yang memahaminya hanya beberapa saja yang mampu menyadari dan merealisasikanNya. Dalam konsep ini masih memiliki lapisan halus, kosep ini merupakan tangga terakhir, sebelum sampai pada Kesadaran tertinggi. Kosong dimana kosongpun tidak ada.\

impersonal god sering di sebut sebagai Maha Karana atau penyebab dari segalanya, meski kosong wujud ini masih di pengaruhi sebab meski tak di pengaruhi akibat, yang dalam mandukya upanisad disebut Prajna, sifatnya semi Advaita atau wasisthadvaita. Dalam Tattwa sering di sebut dengan Purusha dan Predana, wujud energi positif dan negatif, dan wujud inilah yang seperti namaNya Maha karana menjadi sebab dari segalanya yaitu alam semesta beserta isinya. Karena sifat dasar dari Maha Karana (Purusha dan predana) adalah positif dan negatif, maka itulah yang menjadikan dalam kehidupan ini semua alam beserta isinya tanpa kecuali termasuk para dewa sekalipun terjerat oleh dualitas tersebut yang oleh para yogi sering di sebut dengan pasangan abadi yaitu kebahagiaan dan penderitaan, suka dan duka, siang dan malam, hidup dan mati, positif dan negatif,bahkan bumi dimana mahluk hidup berada, eksis dengan  kutub utara dan selatan yang menjadi poros utamanya, inilah yang di sebut dengan Dualitas/ Dvaita. Dari Maha karana inilah Makro dan mikro kosmos terbentuk, dan Maha Karana terwujud dari sesuatu yang kosong yang tak berawal dan berakhir yang benar-benar bebas dari yang namanya sebab akibat dalam mandukya upanisad ini disebut Turiya. Wujud Tuhan ini dalam Tattwa sering disebut dengan wujud yang tak terfikirkan (acintya rupa)  tapi sebenarnya sih terfikirkan, jika tidak bagaimana istilah tak terfikirkan itu  bisa muncul? mungkin lebih tepatnya, belum ada istilah dalam bahasa manapun yang mampu mendefinisikan atau menjelaskan keberadaanNya dengan sempurna. Dalam beberapa literatur juga sering ditemui istilah purusha uttama.

Purusha Utama atau Tuhan atau Brahman merupakan eksistensi yang tak terbatas, Maha segalanya, tak berwujud, abadi, tak berawal dan tak berakhir, identik dengan kebebasan karena sifatNyalah bebas itu, bebas dari segala bentuk keterikatan, jika di ibaratkan mengupas bawang maka pemahamannya sama seperti kulit bawang terakhir dikupas, setelah kulit bawang terakhir terkupas maka munculah Kebenaran itu yang adalah Tuhan.\. jika kulit bawang terakhir terkupas apa yang ada? tidak ada! dan itulah kebenarannya dan itulah Tuhan.
Pada gambar 2 Tuhan mengatasi segalanya, merupakan awal dari yang awal, Dia yang tak tersentuh namun dapat di alami dan di rasakan (dirasakan berupa kebahagiaan dan kenikmatan bahkan lebih membahagiakan dan nikmat dari apa yang pernah di rasakan). erupakan kebenaran tertinggi, bebas. Tuhan merupakan identitas tanpa identitas. sifatNya statis, bentuk satu satunya adalah kosong itu sendiri, para Guru dan para yogi menyebutnya sebagai kesadaran yang tertinggi, tak dapat di temukan dimanapun juga meski ada dimana-mana, meliputi segalanya. Tapi bisa di rasakan dan di alami dengan Meditasi tingkat tinggi yang tentu saja melalui bimbingan seorang Guru yang mumpuni. Jika seseorang telah mendapat bimbingan dari seorang guru dan telah fasih melakukan latihan spritual dan meditasi, seseorang akan mampu menghapus debu yang menutupi cermin kehidupannya, sehingga cerminya menjadi bening hingga dapat melihat realitas sang diri yang utama, keadaan ini menjadikan seseorang itu merasakan kebahagian dengan kualitas yang sangat berbeda dengan kebahgiaan yang dirasakan ketika terpenuhinya keinginan dunia, sebuah kebahagiaan yang sangat halus namun tak terbatas, sifatnya abadi. kebahagiaan ilahi. seorang Yogi yang tercerahkan, yang telah mengalami kebenaran sejati, maka tak akan tertarik lagi akan kebahagiaan dunia yang semu, mereka telah jatuh cinta pada kebahagiaan abadi yang bahkan tak terjelaskan dengan kata-kata.
Awal dari sebuah awal adalah kosong. Jika kita ingin membuat tulisan, maka harus mengawalinya di atas kertas kosong, membuat rumah juga harus di lahan yang kosong, membuat kopi harus dengan gelas yang kosong. Kita hanya bisa meletakan sesuatu pada tempat yang kosong, kosep ruang kosong ini masih lah sederhana sedangkan Tuhan adalah konsep Kosong  yang universal tak terbatas. Kosong pada gelas, pada lahan, ruangan, hanya bagian kecil dari kosong yang lebih besar yang ; lebih tak terbatas. Kosong yang lebih kecil yang disebutkan pada contoh kecil sama dengan kosong yang universal dan yang tak terbatas, sama – sama kosong, jika batasan- batasan kosong pada contoh kecil di hilangkan secara menyeluruh maka kosong yang ada pada contoh kecil tadi akan menyatu dengan kosong yang lebih besar. Coba lihat gelas yang kosong, kosong pada gelas masih terbatas pada lingkaran gelas tersebut, begitulah kebenaran yang terselimuti oleh tubuh manusia, sehingga seorang yogi menyebut tubuh sebagai kuil Tuhan, dan sekarang bayangkan kosong yang ada di luar gelas, bayangkan jika di luar gelas tak ada satu apapun termasuk “kita” apa yang terbayangkan? kosong yang tak memiliki batasan, seperti melihat langit, birunya menandakan tak terbatasnya langit, terlihat biru hanya kerena terbatasnya indera yang melihatnya. jika gelas di hancurkan maka kosong yang ada dalam gelas akan membaur dengan kosong di luar gelas yang tak terbatas, dan tidak lagi bisa di bedakan mana kosong yang ada dalam gelas tadi dan mana yang kosong yang yang ada di luar gelas. Semuanya hanya Kosong yang sama, one and only. Namun kosepnya tak berhenti pada bersatunya kosong pada objek dengan kosong yang lebih besar di luar objek, karna kosong  itu masihlah terlapisi dengan adanya angin, dan serta energi – energi yang halus, dimana masih ada pengaruh “pasangan abadi” dualitas. jika yang halus ini sirna maka munculah kosong yang lebih halus (prajna) yang dalam ulasan Bhagavad Gita disebut sebagai keadaan Vasisthadvaita yaitu keadaan setengah advaita, dimana dalam kekosongan itu masih memiliki pengaruh sebab meski tak lagi di pengaruhi akibat (sebab utama) layaknya kosong yang menjadi alasan keberadaan, tapi tak terpengaruh oleh keberadaan itu sendiri. jika lapisan ini juga terlampaui, maka akan muncul kebenarannya yaitu kosong dimana tak ada lagi kosong. Kosong Universal melampaui segalanya, Murni sifatnya, tetap, bebas, dan Bahagia. Inilah Tuhan, Inilah kebenaran sejati, sang diri sejati. Tuhan yang oleh sri Krisna dikatakan bahkan para dewa dan yogipun tak mengetahui_Nya. karena hanya Orang yang telah tercerahi, yang telah mengalami kesadaran yang mampu menyadari eksistensi Sejati tersebut. 
Dengan memahami kebenaran sejati, maka persepsi tentang Tuhan pun akan berbeda, lebih-lebih jika telah memiliki pengalaman serta mengalami kesadaran melalui meditasi. Tuhan hanya sebuah istilah sebagai pertanda betapa terbatasnya mahluk hidup dalam hal ini manusia dengan segala indria yang di anugrahkan padanya. Lalu setelah mengetahui “ ITU “ apakah masih ada Tuhan?
Tuhan tidak ada, tentu saja ketika seseorang telah mendapat pencerahan, setelah mengalami sendiri kebenaran sejati. M.K. Gandhi pernah mengatakan “tidak ada Tuhan yang lebih tinggi dari Kebenaran”. Dalam Ithihasa dan purana serta sastra upanisad Para Guru telah berulang kali menjelaskan tentang Kebenaran itu, Bukan Tuhan tapi Kebenaran. Tuhan itu tidak ada, karena Tuhan selama ini di gunakan sebagai istilah untuk mendeskripsikan kebenaran yang “tidak ada” itu saja, dan kebenarannya adalah kebenaran itu sendiri. Tidak ada,  karena memang tidak ada apa-apa, dan inilah ciri atau sifatnya; murni, bukan ini, bukan itu, tak berawal, tak berakhir,lebih tinggi dari yang tertinggi, lebih rendah dari yang terendah, lebih besar dari yang paling besar, dan lebih kecil dari yang yang paling kecil, tak terbasahi oleh air, tak terbakar oleh air, tak terkeringkan oleh angin, tak terlukai oleh senjata, bukan wanita atau lelaki tak jua di antaranya, berada dimana-mana. Semua itu adalah sifat Tuhan, dan sifat itu hanya indentik dengan kehampaan murni, ketiadaan yang paling dalam yang bahkan kosong pun tak ada.
“OM Namo Narayana” “OM Saraswati Ya Namaha”. sujud PadaMU, semoga apa yang ku sampaikan adalah kebenaran dariMU semoga bukan yang yang lain selain kebenaran yang tersampaikan.”OM Santih Santih Santih OM”
 


De Javu



Pernah dengar kata De Javu? De Javu adalah sebuah judul film yang di perankan oleh Danzel Washington (Danzel Jermaine Washington, Jr.), film ini bercerita tentang sebuah kejadian yang tokoh di dalm film ini merasa sudah pernah mengalaminya sebelumnya, tapi kita tidak akan membahas tentang film ini, kita akan membahas tentang apa yang di angkat oleh film ini yaitu De Javu kejadian yang sudah pernah kita alami sebelumnya.
Dulu ketika masih kuliah ketika masa PPL di sebuah sekolah menengah atas di wilayah mataram, saya berkesempatan melihat seoarang siswa bertanya pada guru agamanya,” sy pernah mengalami suatu kejadian dan saya merasa sudah pernah mengalaminya sebelumnya, itu bgaimana?” begitulah siswa itu bertanya pada gurunya, dan saya mendengar guru itu menjawab” itu bukti adanya reikarnasi!” dan guru itu mulai berargumen tentang jawabannya yaitu reinkarnasi, di sisi lain saya juga sering mendengar pertanyaan yang sama sering di utarakan di lingkungan kampus dan jawabannya masih sama reikarnasi, dan banyak pihak yang merasa kejadian itu bagian dari mimpi.
Lalu bagaimana kejadian itu bisa kita alami?
De Javu, kejadian yang rasanya sudah kita alami sebelumnya, dan dari sekian banyak orang yang pernah merasakannya, saya adalah salah satunya dan saya sangat sering mengalaminya dan bahkan saya kadang bisa mengurutkan kejadian yang saya alami dalam beberapa saat kemudian sebelum saya mengalaminya, karena sebelumnya saya sudah mengalaminya. Seseorang yang mengalami fenomena ini cendrung tertegun sejenak atas apa yang di alami, karena mereka menyesuaikan apa yang di alami dengan apa yang ada dalam ingatan mereka atas apa yang dialami “kayaknya sih ini udah pernah terjadi” dan dalam hati pasti ini yang terkatakan.
Kenapa kita mengalaminya?
Sebelumnya mari kita bahas dulu tentang diri kita (manusia-red), kita kenali dulu struktur tubuh kita dengan baik, dan baru dari sini kita bisa mencari jawaban dari De Javu.

Sapta sarira atau tujuh lapisan tubuh manusia.
Menurut Brahma Widya ada tujuh lapisan yang membentuk tubuh manusia secara utuh (sapta sarira) dimana tujuh lapisan itu adalah sebagai berikut:
1.      Sthula sarira
Sthula Sarira adalah bagian badan kasar (Tubuh Arafiah) tubuh yang bisa di lihat nyata, tangan, kaki, kepala, mata rambut dll.
2.      Maya sarira
Maya Sarira merupakan badan yang sifatnya bayangan, antara maya sarira dan sthula sarira di hubungkan dengan benang yang di sebut sutratman atau suratman yang berwarna kuning keemasan. Maya sarira dapat pergi jauh, sejauh mungkin melewati ruang dan waktu, tapi masih berhubungan dengan Sthula sarira melalui benang penghubung sutratman, jika benang ini putus maka saat itulah manusia di katakan mati.
3.      Prana sarira
Merupakan lapisan prana, wujudnya angin, menjadi tenaga hidup manusia, prana sarira dapat di jaga dengan melakukan pranayama dengan teratur.
4.      Manas sarira
Merupakan kedudukan segala bentuk keinginan dan nafsu. Manas sarira memiliki warna yang berbeda tergantung sifat dari seseorang, lapisan ini yang sering di sebut dengan aura. Manas sarira ini bisa keluar dari  badan bersama dengan maya sarira, bahkan para yogi dan orang suci yang mumpuni sering menggunakan kedua badan ini untuk menjelajah dengan bebas ruang dan waktu.
5.      Karana sarira
Merupakan pusat penalaran, logika, wiweka, disinilah tempatnya memori manusia.
6.      Budhi sarira
Inilah yang disebut dengan lubuk hati atau nurani. Pusat kejujuran. Meditator akan merasakan kebahagiaan ketika memasuki lapisan ini.


7.      Antah Karana sarira
Inilah pusat dari semua sarira yang ada. merupakan kebenaran yang sejati. Pusat kehidupan manusia. Inilah Tuhan yang bersemayam dalam tubuh manusia.
Itulah sedikit penjelasan tentang sapta sarira, sapta sarira inilah yang membentuk tubuh manusia secara utuh sehingga menjadi mahluk hidup yang mampu berfikir dan memiliki budaya.
Kembali lagi ke De Javu.
De Javu merupakan pengalaman dari badan halus kita yang menembus ruang dan waktu, entah itu ke masa depan atau ke masa lalu. seperti penjelasan dari sapta sarire di atas, kita ketahui ada dua bagian dari tujuh bagian sarira yang dapat keluar dari tubuh, dan melakukan penjelajahan, yang oleh para yogi dan para orang suci yang telah menguasai teknik yoga dan meditasi melakukannya dengan penuh kesadaran, dan kita pribadi yang biasa tak menyadari bahwa dua lapisan dari tubuh kita telah melakukan perjalanan panjang dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya, menembus ruang dan waktu.
Dua lapisan itu adalah maya sarira dan manas sarira, kedua lapisan ini pergi melakukan perjalanan tanpa kita sadari entah pada saat kita tertidur atau pada saat yang lainnya yang jelas itu di luar kesadaran kita. Kedua badan ini bisa saja melakukan perjalanan ke masa depan, kemasa dimana kita belum berada dan akan berada nantinya. Saat kesadaran itu itu kembali maka memori tentang perjalanannya itu tetap terekam dengan baik, dan ketika tiba saatnya kita melangkah ke masa depan di mana maya dan manas sarira pernah menjelajah tanpa kita sadari, secara otomatis pusat memori kita mengenali kondisi, tempat atau kejadian yang sedang kita alami saat itu. dan kita akan merasakannya itu, pernah mengalaminya sebelumnya.
fenomena ini tentu saja buka fenomena yang ada hubungannya dengan masa lalu atau reinkarnasi, karena masa lalu tidak pernah ada di masa sekarang atau di masa depan, begitu juga sebaliknya masa depan tidak akan pernah berada di masa kini atau di masa lalu. semua masa dan urutan waktu tetap berada pada porosnya masing-masing, karena memang sifat waktu adalah tetap, statis. hanya kita saja yang bergerak melaluinya. ini hanya permainan maya dunia materil, sehingga semuanya seolah olah terlihat berbeda. sama halnya ketika kita berkendara, pohon-pohon di sepanjang jalan yang kita lalui seolah-olah bergerak begitu cepat melalui kita, tapi sebenarnya adalah kita yang melaju dengan cepat dan kitalah yang melalui pohon-pohon itu, sekali lagi semua ini hanya produk pikiran saja,dan pikiran ini adalah maya sifatnya.
Jadi De Javu bukanlah hasil dari mimpi atau ada hubungannya dengan masa lalu atau reinkarnasi. De Javu adalah hasil dari pengalaman pikiran dalam hal ini adalah maya sarira dan manas sarira yang melakukan perjalanan menembus ruang dan waktu. dan satu hal yang perlu kita ingat pengalaman De Javu adalah salah satu bukti bahwa masa depan itu sudah ada.

Sabtu, 26 Oktober 2013

Empat Jenis Kebenaran



Tidak ada Tuhan Yang lebih tinggi dari kebenaran”
M.K.Gandhi

Kebenaran secara umum bersifat relatif, relatif karena setiap orang memiliki persepsi sendiri tentang kebenaran itu. Benar menurut seseorang belum tentu benar menurut orang lain. Lalu kenapa kebenaran itu bisa relatif, yang membuatnya relatif adalah pikiran. Pikirann dan kapasitas seseorang dengan orang lain tentu berbeda, perbedaan ini menjadikan obyek dari pikiran itu menjadi berbeda pula.
Pada dasarnya kebenaran itu sifatnya konstan dan tetap tidak berubah, statis, yang berubah adalah subyek kebenaran itu sendiri. kebenaran juga tidak membutuhkan persepsi orang lain atau juga kebenaran tidak membutuhkan pengakuan dari apapun dan dari siapapun. kenapa? karena kebenaran tidak akan berubah meski dunia di hancurkan sekalipun. seperti mawar yang akan tetap wangi meski namnaya di ganti atau seluruh isi dunia mengklaim bahwa wangi mawar adalah busuk. Matahari meski di sebut atau di akui apa saja atau bahkan tidak di akui sama sekalipun, akan tetap bersinar. itulah sifat kebenaran dan itulah kebenaran.
Kebenaran di lihat dari tangga atau tingkatan dimana kebenaran itu bisa di pahami oleh individu, dapat di bagi menjadi empat (4) jenis kebenaran, apa saja?
Kebenaran Umum, kebenaran umum adalah jenis kebenaran yang dapat di terima oleh umum, merupakan hasil dari kesepakatan bersama yang tak tertulis namun bersifat natural, hasil dari fikiran manusia dalam rangka pemuasannya dalam hal identifikasi obyek. sebagai contoh kebenaran umum adalah, warna. kenapa warna putih di beri nama warna putih? karena itu merupakan kespekatan umum, masyarakat dunia selama ini tidak ada yang protes kan? kanapa putih di sebut putih, begitu juga dengan yang lainnya. Siang dan malam, siapa yang pernah protes? knapa malam tidak beri saja nama siang dan begitu juga sebaliknya? itulah kebenaran umum. kebenaran yang tidak diragukan lagi secara umum dan dapat di terima oleh setiap lapisan masyarakat dengann segala keanekaragamannya. tanpa kecuali.
Kebenaran ilmu, kebenaran ilmu adalah kebanaran yang ada pada koridor ilmu pengetahuan dan science. Kebenaran ilmu merupakan kebenaran dari hasil kemampuan manusia tidak hanya melalui fikiran akan tetapi juga penemuan, trial and eror, dan metode metode ilmu yang lainnya. contoh; 2+2 = 4, setiap orang mempelajari ilmu berhitung atau matematika akan mengetahui kebenaran ini. teory heliosentris dimana matahari yang menjadi pusat tata surya yang di kemukan oleh ilmuwan galileo galilei, merupak contoh kebenaran ilmu.
Kebenaran Filsafat, kebenaran filsafat adalah kebenaran yang muncul dari proses berfikir dan menelaah, melalui logika atau bukan mengenai suatu obyek secara mendalam. kebenaran ini identik dengan pertanyaan yang berkesinambungan hingga pada akhirnya tidak ada lagi muncul pertanyaan. filsafat adalah sebuah cara untuk memperoleh kebanran dengan melakukan penyelidikan secara sangat mendalam, sehingga di peroleh kebanran yang di anggap paling benar. sebagai contoh apakah Tuhan ada,? kebenarannya adalah Tuhan dari sisi etika adalah eksis (ada) Tuahanlah yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Tuhan di kenal dengan banyak nama, ada Hyang Widhi,Yesus, Allah dan Budha. sedangkan menurut filsafat Hindu(Vedanta advaita) Tuhan itu kosong, tidak ada. Wujud Tuhan hanya bentuk dualitas yang di hasil dari pikiran manusia yang terbatas, dan masih di selimuti oleh debu maya. sesorang bisa menyadari kebanaran ini dengan latihan spritual dan disiplin yang bagus, serta meditasi.
Kebenaran Agama, kebenaran agama adalah kebenaran yang di peroleh dari kitab suci atau dari Guru spirtual. kecendrungan dari kebenaran agama adalah sifatnya yang dogma,yang memaksa. apa yang di tulis dalam kitab suci dan apa yang di sampaikan oleh orang suci atau guru yang sumbernya dari kitab suci maka kebenaran itulah yang benar, tidak ada yang lainnya. jika bahkan di langgar akan di kenai dengan sanksi sosial. sebagai contoh kebenaran atau ajaran yang di tuliskan dalam kitab suci Al-Qur’an. Kebanarannya merupakan sebuah dogma. jika umat islam yang melenceng dari apa yang di tuliskan dalam kitab suci, maka mereka akan mendapat sanksi, atau di anggap musrik atau murtad. Demikian juga dari Agama –agama rumpun Yahudi.
sedangkan dalam Hindu sendiri, kebenaran dalam kitab suci veda, merupakan suatu pedoman, merupakan suatu sistem filsafat yang sifatnya demokratis. jika seorang hindu tidak mengakui adanya Tuhan, tidak ada yang akan mengatakan mereka murtad, kenapa?
pertama hindu adalah agama dengan demokrasi yang tinggi, jadi setiap pemeluknya memiliki kebebasan secara mutlak dalam hal percaya atau tidak pada ajaran kitab suci. yang kedua dalam hindu mempercayai hukum karma phala, dimana konsep hukum ini adalah siapa yang berbuat dia  yang menerima hasilnya,dan apapun yang di lakukan maka itu juga yang akan di terima oleh yang bersangkutan. dan yang terakhir kenapa seorang hindu tidak di murtad bahkan ketika tidak memparcayai Tuhan, itu karena hindu memiliki sisitem filsafat yang tinggi tentang Tuhan, dan bahkan dalam Kitab suci Bhagavad Gita di jelaskan bahkan apapun yang sesorang puja sebanarnya mereka memuja Tuhan. jika sesorang tidak mengakui eksistensi Tuhan, sebanarnya itulah salah satu wujud pengakuan adanya Tuhan. itulah kebenaran yang di pahami dari tangga agama, dan demikianlah sifat kebenaran tersebut.
seseorang yang bijak tidak akan pernah berdebat dengan masalah kebenaran, kerena ia melihat kebenaran secara keseluruhan, bukan permukaannya semata. sesorang yang hanya melihat kebenaran dari luar atau tidak secara mendasar dan secara keseluruhan cendrung di liputi ego, seseorang itu akan merasa memiliki kebenaran itu, dan merasa paling benar. padahal kebenaran tidak pernah menjadi milik siapapun juga, dan ketika seseorang merasa benar tidak lantas menjadikannya benar- benar BENAR.

Karma Phala dan Takdir



Hindu adalah agama yang universal itu berarti Agama Hindu memiliki ajaran kebenaran yang dapat di terima oleh umum tak kecuali. Menurut  wiwekananda Hindu di katakan  universal karena Hindu mampu  memuaskan setiap jenis pikiran manusia. Pada dasarnya manusia memiliki pemikiran pemikiran hanya untuk kepuasannya saja, bahkan segala bentuk atribut kepercayaannya hanya untuk kepuasan keyakinannya saja. Demokrasi adalah salah satu wujud universalitas Hindu. Hindu adalah sebuah keyakinan dengan toleransi dan demokrasi yang tinggi, ini karena dalam ajaran Hindu terdapat konsep karma dan karmaphala yaitu perbuatan dan hasil dari perbuatan. Dalam Hindu di ajarkan bahwasanya apapun yang seseorang perbuat baik atau buruk maka sesorang itu akan mendapatkan hasil dari perbuatannya itu dan itu tanpa campur tangan orang lain bahkan Tuhan sendiri, itulah konsep karmaphala. Konsep ini merupakan etos kerja tinggi. Inilah yang tidak terdapat dalam ajaran agama rumpun abrahamik (islam dan kristen).
Konsep karmaphala mendukung demokrasi dalam Hindu, dalam Hindu tidak ada keharusan, teramasuk keharusan memepercayai Tuhan. Seseorang boleh saja skeptikal, atau memiliki sikap tidak percaya bahkan terhadap eksistensi Tuhan, semua itu dalam Hindu tidak dilarang, yang dalam agama lain mungkin saja akan di kenakan sanksi sosial. Tapi dalam Hindu tidak, dalam Bhagavad Gita di jelaskan jalan apapun yang seseorang tempuh dan apapun yang seseorang puja sebenarnya mereka hanya memuja Tuhan. Dalam Hindu setiap pemikiran manusia di hargai dan di apresiasi, bahkan sikap skeptikal. Dalam Hindu terdapat ajaran tri prmana atau tiga jalan untuk memperoleh kebenaran yaitu anumana prmana adalah cara mendapatkan kebenaran dengan menyimpulkan dari gejala - gejala yang nampak, Yang kedua adalah pratyaksa pramana adalah cara memperoleh kebenaran dengan cara melakukan eksperimen dan pengalaman, yang terakhir yaitu agama pramana. Agama pramana adalah cara mendapatkan kebenaran dengan melalui mempelajari agama dalam hal ini adalah ajaran agama dan kitab suci atau melalui pembelajaran yang di berikan oleh Guru.
Dalam ajaran Agama Hindu ada tingkatan dalam memahami suatu obyek tertentu, masing – masing individu  tentu memiliki pemahaman yang berbeda sesuai dengan kapasitas mereka serta pengalaman mereka juga, ini erat kaitannya dengan nilai – nilai spiritual yang terkandung dalam kitab suci Agama Hindu tidak hanya di sampaikan dengan tertulis akan tetapi juga lebih pada tersirat, sehingga setiap individu dikondisikan untuk tidak sekedar memahami apa yang tersurat akan tetapi juga mampu menangkap makna yang tersirat di balik kata – kata yang terbaca, untuk itu di perlukan kemampuan menalar dan memahami yang baik sehingga tak terjadi kesalahan dalam memahami, dan kerena alasan ini pula dalam kitab veda di jelaskan bahwa veda takut di baca oleh orang bodoh.
Kaitannya dengan tahapan atau tangga pemahaman yang berbeda, penulis bermaksud untuk mengungkapkan bahwa tidak hanya karma yang eksis dalam kehidupan manusia, tapi juga takdir. Bahkan pada kenyataan yang sebenarnya bahwa karmaphalalah yang sebenarnya hanya merupakan fatamorgana. Karmaphala hanya eksis dalam kesadaran prakerti sedangkan dalam kesadaran yang lebih tinggi Karma Phala tidak lah eksis selain hanya merupakan rangkaian pendukung berjalannya takdir dan terciptnya nasib manusia.
Pada dasarnya dalam Hindu belum pernah di ajarkan bagaimana itu takdir, atau apa takdir itu. Bahkan sepanjang sepengetahuan penulis dari pengalaman membaca, belum pernah di temukan penjelasan yang membahas tentang takdir dan nasib. Bahkan semasa sekolah sampai pada perguruan tinggi saat ini, penulis selalu mendengar penjelasan “dalam Hindu tidak ada takdir dan nasib! Yang ada itu adalah karma dan Karma Phala”  bahkan sebuah kitab sarassamuscaya dalam selokanya menjelaskan bahwa terlahir menjaadi manusia sungguh sanggat beruntung, karena hanya dengan terlahir menjadi manusia seseorang dapat membantu dirinya sendiri, hingga sampai pada pembebasan, dan ini, menurut penulis, mengindikasikan bahwasanya manusia dengan segala sepesifikasinya tanpa kecuali, memiliki hak untuk menentukan kehidupannya sendiri (free will). Bagaiamanapun masa depan kehidupan manusia di tentukan oleh manusia itu sendiri. Gejala ini menurut penulis jelas mengarah ke pemahaman Hindu tentang konsep karma dan Karma Phala, dimana konsep karma dan Karma Phala mengajarkan sebuah sistem kerja yang bertanggung jawab dan profesional dan sportif. Bertanggung jawab, karena karma dan Karma Phala merupakan konsep hukum sebab akibat, baik di lakukan maka baik pula yang di terima. Begitu juga sebaliknya. Profesional dan sportif karena karma dan karmaphala merupakan konsep etos kerja yang tinggi. Dalam kitab Bhagavad Gita di jelaskan bahwa apapun yang manusia kerjakan jika di persembahkan kepada  Tuhan maka itu akan menjadi yajna yang tinggi, dijelaskan juga bahwa karma merupakan salah satu jalan(marga) untuk mendekatkan diri dengan Tuhan( karma marga yoga) selain itu prisip Karma adalah bekerjalah dengan baik dan serahkan apapun hasilnya kepada Tuhan jangan terikat padanya (hasil kerja_red_). Jika dengan begitu maka apapun yang di kerjakan maka akan di kerjakan dengan baik dan jujur, jika seorang pejabat maka pejabat itu akan bekerja menjalankan segala tanggung jawabnya dengan penuh loyalitas dan integritas tinggi. Jauh dari yang namanya korupsi, kolusi dan nepotisme. Begitu juga dengan yang lainnya seperti pedangang, atlit pelajar dan sebagainya. Jika berpatokan dengan konsep karma maka semuanya akan berjalan sesuai dengan aturan yang benar (Dharma)
Takdir adalah sebuah takaran pasti yang di berikan oleh Tuhan kepada manusia begitu juga dengan nasib, dalam konsep takdir manusia tidak bisa menentukan  kehidupannya dengan bebas seperti yang di jelaskan pada konsep karma dan karmaphala. Bertolak belakang dengan karma dan karmaphala dalam konsep takdir kehidupan manusia dari lahir sampai mati dan terlahir kembali itu di tentukan oleh Tuhan(Takdir) dan tentu saja tidak ada free will, manusia tidak bisa menentukan masa depan mereka sendiri.(sampai disini, saya yakin anda yang membaca tidak setuju dengan kosep ini. J.) hal ini diklaim oleh kebanyakan masyarakat Hindu sebagai ketidak adilan Tuhan sehingga masyarakat Hindu tidak setuju dengan konsep takdir. Mereka lebih mengusung konsep Karma Phala. Karena Karma Phala di nilai lebih bertanggung jawab, dan lebih memperlihatkan keadilan Tuhan. Lalu yang manakah yang seharusnya benar? dan yang mana seharusnya menjadi kebenaran yang layak untuk di usung? semuanya adalah benar dan semuanya juga layak menjadi kebenaran yang di usung, ini semua karena semua kebenaran itu relatif berdasarkan dari tangga di mana kebenaran itu berada.  jika pada tataran etika maka tentu karma yang benar tapi jika pada tataran filsafat maka keduanya benar adanya. karena keduanya eksis bersamaan. seperti halnnya ombak dan air laut. ketika anda melihat air laut, apa yang anda lihat? ombak atau air laut?  kebanyakan memang melihat ombak, tapi sebenarnya anda sedang melihat hanya air laut, sedangkan ombaknya hanya air laut yang sedang bergerak sedikit ekstrim dari air laut yang lain. seperti itulah karma dan takdir. karma merupakan ombak yang bersal dari takdir.  Takdir merupakan bentuk kemahakuasaan Tuhan. Semua sudah berjalan sesuai Keinginannya, masa lalu, masa sekarang, dan masa depan itu sudah ada. jauh sebelum kita lahir. semua sudah ada. itulah alasan kenapa seorang peramal atau seorang yogi dan praktisi sepiritual yang mumpuni mampu melihat masa depan, karena memang masa depan itu sudah ada, jika tidak bagaimana mereka bisa melihat masa depan?
Takdir, eksistensinya telah sering di jelaskan dalam upanisad, purana dan itihasa. suatu ketika Dewi Drupadi pernah mengunjungi  Maharsi Byasa yang sedang menulis kisah Mahabharata, di bawah pohon. Drupadi bertanya bagaimana caranya hingga dia tidak menjadi penyebab dari perang saudara yang nantinya di kenal dengan perang bharata yudha, kemudian Byasa memberi tahunya tiga syarat yang harus Drupadi taati jika dia tida mau menjadi penyebab utama perang. yang pertama, ketika terjadinya sayembara tahanlah pertanyaanmu, kedua ketika kau dan suamimu ada dalam puncak kejayaan tahanlah amarahmu dan yang ketiga, ketika kau di hina dalam permainan judi tahanlah kutukanmu. Kenapa Maharsi Byasa bisa memberi tahu Drupadi tiga syarat itu? itu karena Beliau bisa melihat masa depan, dan bagaiamana beliau bisa melihat masa depan? itu karena memang masa depan itu sudah ada. sekarang ketika Drupadi telah di beritahu ketiga syarat itu mestinya Drupadi bisa mencegah perang Bharata Yudha itu dan Tidak menjadi penyebabnya. Namun apa yang terjadi, perang besar itu tetap terjadi. knapa? karena takdir. Karena takdir juga kanapa byasa menulis cerita sebelum cerita sebenarnya benar benar terjadi dalam kehidupan nyata.
Suatu hari Rsi Agastya bersama sahabatnya, datang mengunjungi ibu dari shankara, beliau membujuk sang ibu agar memberi ijin pada shankara untuk tidak menikah dan melakukan perjalanan spirtualnya, namun sang ibu tetap menolak. Hingga sang Rsi harus menjalankan perannya untuk berubah menjadi buaya dan berpura pura menggigit kaki shankara ketika sahankara mandi di sungai dengan begitulah sang ibu memberi ijin kepada shankara untuk tidak menikah dan melakukan perjalanan spritualnya. sebelum melakukan tugasnya Rsi Agastya berkata pada temannya “ aku malas jika hars melakukannya” sahabatnya menjawab “tapi kau harus tetap melakukan peranmu”. Itulah takdir, tidak ada  keinginan pribadi, semua berjalan atas kehendak Tuhan.  Takdirlah yang membuat terjadinya perang, bahkan Narayana sendiri turun untuk mencegahnya, namun gagal. itulah takdir, itulah kehendak Tuhan, itulah salah satu sifat Tuhan Yang Mahakuasa.