Sabtu, 21 Desember 2013

Amarah



Marah.....siapa yang tidak pernah marah? Setiap orang pasti pernah marah. Marah adalah sebuah reaksi emosional terhadap suatu objek, baik  berupa situasi, kondisi atau aksi. Marah merupakan ekspresi yang manusiawi. Tapi marah itu biasanya menimbulkan efek negatif bagi subyek atau objeknya.
Seorang yogi pernah berkata bahwa marah adalah salah satu dari empat pengendalian yang harus di lakukan. Yogi ini adalah guru dari swami rama. Marah menjadikan seseorang tidak melihat kebenaran dengan baik karena segala logika hati dan pikiran cendrung tertutup oleh rasa marah itu, jadi yang ada di otaknya adalah amarahnya dan bagaimana mengungkapkannya, hingga ia merasa lega dan puas. Seseorang yang marah cendrung tidak sadar dengan apa yang di katakan dan apa yang di lakukan. Biasanya akan ada penyesalan setelah itu. Amarah itu sifatnya merusak. Sehingga harus di kendalikan.
Bagaiamana mengendalikannya?  Ketika seseorang marah, merasakan emosi yang memuncak dan pikiran yang panas, seseorang biasanya langsung mengelurakannya, mengekspresikannya dan melakukan sesuatu yang menjadikan amarahnya tersalurkan dan berkata kata di luar kendalinya, yang biasanya keras, dan kasar. Dalam keadaan marah seseorang biasanya memiliki energi yang lebih, kemampuan yang tidak biasa. Misalkan jika dalam keadaan biasa seseorang takut akan kegelapan,maka ketika dalam keadaan marah seketika itu seseorang  tak akan takut lagi. Jika dalam keadaan biasa seseorang hanya mampu mengangkat beban hanya 50kg, maka dalam keadaan marah seseorang akan mampu mengangkat lebih dari biasanya, dan tentu saja itu di luar kendali dan kesadarannya, meski ada yang merasa menyadarinya, tapi dia tak lebih dari sekedar merasa. Karena hal ini lah terkadang banyak orang yang mengatakan amarah adalah sebuah energi, tapi sebenarnya bukan. Amarah itu bukan energi. Energi ya energi, marah ya marah.   jika ingin mengendalikan amarah seseorang perlu berlatih, biasanya dengan cara menghela nafas, seseorang yang rutin melakukan meditasi lebih bisa mengendalikan amarah, tapi bagi saya itu tidak lebih dari sekedar menahan amarah dari pada pengendalian. pernah dengar kan seseorang yang merasa sesak atau seseorang yang bercerita tentang apa yang di alami karena tidak bisa mengekspresikan atau melampiaskan amarahnya? saya bahkan pernah mendengar seseorang yang sampai sakit hanya karena itu. mengendalikan marah itu berbeda dengan menahan marah. jika seseorang menahan marah yang di anggap kebanyakan orang adalah mengendalikan amarah, seseorang itu sedang menampung energi yang begitu besar, dan jika tidak disalurkan akan menyebabkan kerusakan dalam jangka panjang, dan menimbulan stres dan sakit hati, bahkan pada penderita hypertensi dan jantung tidak jarang mengalami kematian hanya karena amarah. energi yang di hasilkan pada dasarnya adalah energi murni yang sangat stabil, dan setiap mahluk hidup khususnya manusia memilikinya.
jadi bagaimana? marah itu sebaik “tidak” bukan “jangan” ketika seseorang mengendalikan amarah sebenarnya dia sudah marah hanya saja ditahan dan tidak di keluarkan, inilah yang sering menjadi masalah. amarah timbul karena ada kontak indria terhadap suatu objek pemicu, kemudian di teruskan ke otak(pikiran) sehingga energi murni yang ada dalam diri seseorang itu terpicu dan bergejolak. amarah hanya produk pikiran akibat adanya kontak indria terhadap obyek luar. akibat dari kontak ini pikiran memproduksi begitu banyak reaksi, salah satunya adalah amarah, semua reaksi yang sifatnya ekstrim akan memicu energi yang yang ada dalam diri, dan amarah salah satunya, sehingga energi itu keluar dalam wujud amarah, tapi bukan berarti amarah itu adalah energi, tapi energi itu seolah olah bertransformasi sebagai amarah, sehingga banyak pihak yang mengklaim amarah itu adalah energi, padahal amarah dan energi itu berbeda, amarah tidak lebih hanya sebuah kedok semata.
jika inpuls yang di terima indria tidak sampai di teruskan ke otak (pikiran) maka pikiran tidak akan menerima informasi apapun dari luar, sehingga pikiran tidak akan memproduksi reaksi apapun juga yang biasanya di hasilkan pikiran jika indria ada kontak dengan objek luar, termasuk amarah. dalam kondisi seperti inilah seseorang dikatakan mampu mengendalikan marahnya dalam arti tidak marah dan bukan marah. jadi inilah maksud dari konsep “tidak” dan bukan “jangan”. dan inilah alasan kanapa saya katakan amarah itu bukan energi. energi adalah sifatnya murni dan universal berasal dari dalam diri serta permanent energi ini akan tetap ada bahkan ketika seseorang meninggal, energi ini akan  menyatu dengan energi murni alam semesta. sedangkan amarah adalah sebuah reaksi yang di produksi oleh pikiran akibat dari kontak indria dengan objek yang berada di luar. amarah sifatnya negatif, relatif dan dinamis. bagi seorang yang telah mampu bersahabt dengan pikirannya, maka dia akan mampu memilih untuk marah atau tidak dan tidak menjadi terpengaruh oleh amarah itu sendiri, dan dia mampu memanage amarah menjadi sesuatu yang positif. pada dasarnya amarah, bahagia, suka dan duka serta rasa yang lainnya adalah sama, sama – sama produk pikiran, yang membedakannya adalah inpuls dan objek yang menjadi pemicunya. contohnya jika objeknya negeselin dan di luar dari keinginan maka reaksi yang akan di timbulkan adalah amarah, sebaliknya jika obyek yang dinikmati oleh indria adalah sesuatu yang menyenangkan maka reaksi yang di timbulkan adalah senang dan bahagia dan begitu seterusnya. jadi amarah itu bukanlah energi, dan cara mengendalikan amarah adalah dengan tidak marah dalam artian kita tidak terpengaruh oleh reaksi luar tentu saja kita harus bersahabat terlebih dahulu dengan pikiran._

Kematian dan Sesuatu Dibaliknya



Om Svargantu, Moksantu, Sunyantu, Murcantu
“Om Ksama Sampurnaya Nama Swaha”
Artinya :
ya Tuhan yang maha kuasa, semogalah arwah yang meninggal. mendapat surga, manunggal dengan_Mu, mencapai keheningan tanpa derita.
Ya Tuhan, ampunilah segala dosanya, semoga ia mencapai kesempurnaan atas kekuasaan dan pengetahuan serta pengampunan_Mu.
Tahu kan mantra di atas? ya mantra ini adalah mantra untuk orang yang meninggal, setiap mendengar atau melayat untuk seseorang yang meninggal, maka sebaiknya mengucapkan mantra ini. ada begitu banyak pengalaman yang saya alami dengan yang namanya kematian, tapi bukan saya sendiri yang mati_. sampai saya mendapat inspirasi untuk menulis tulisan ini. kematian adalah sebuah kenyataan yang  ternyata sangat di takuti, bahkan mungkin lebih di takuti dari pada Tuhan (meski Tuhan itu tak perlu di takuti), saya pernah bergurau dengan teman-teman ketika sedang berkumpul, ketika seseorang teman yang bercerita tentang mimpinya, dimana dia bermimpi  dia mati, dia bercerita dengan penuh ekspresi  yang memperlihatkan betapa takutnya dia dengan kematian. kemudia saya mulai bergurau. “ kamu takut mati ya? knapa juga takut mati? kayak pernah mati aja? kayak pernah tau aja mati itu seperti apa?” teman-teman saya langsung merungut dan berkerut dahi, dan saya hanya tertawa saja.
ketika mendengar seseorang yang meninggal, kita wajib mendoakannya paling tidak kita mengucapkan mantra di atas, hari ini kita mengucapkan mantra itu untuk seseorang dan mendoakannya, maka suatu hari nanti orang lain akan melakukannya untuk kita. inilah pembelajarannya, dan para yogi selalu memakai abu di tubuh mereka untuk selalu mengingatkan mereka bahwa suatu saat nanti mereka akan menjadi abu, sama seperti yang lain, sehingga mereka memahami dan menyadari semua di alam raya ini adalah sama, tak ada gunanya ego, ego hanya menjadikan kita semakin dalam tenggelam dalam maya. tak ada yang perlu di banggakan dan di sombong-sombongkan di dunia, karena pada kenyataan dunia ini juga akan berakhir suatu saat, semua hanya mimpi semata. lalu apa yang hendak di sombongkan, apa yang mau di banggakan, jika demikian kenapa tidak mulai mengembangkan sikap lebih mengahargai  dan menghormati segala sesuatunya tanpa kecuali terutama sesama manusia. dalam kitab suci Bhagavad Gita di jelaskan bahwa semua yang lahir pasti akan mati. lalu kenapa harus takut mati, mati hanya seperti mengganti pakean lama dengan yang baru. mati adalah sebuah kebahagiaan yang kualitasnya lebih dari kebahagiaan pada umumnya yang di kenal manusia. kematian bukan untuk di takuti, tapi untuk di pahami, demi kualitas hidup yang lebih baik, baik untuk pikiran dan sisi spiritual.
dalam Brahma widia di jelaskan, bagaimana dan apa yang di sebut mati. jadi begini, tubuh manusia itu terdiri dari 7 (tujuh) lapisan yang di sebut dengan sapta sarira, lapisan pertama adalah stula sarira atau badan kasar dan yang kedua adalah maya sarira atau badan maya atau badan pikiran kasar. di antara kedua lapisan badan ini terdapat benang penghubung yang berwarna merah yang di sebut benang suratman/sutratman. benang inilah yang masih menjalin kedua lapisan badan ini sehingga seorang manusia masih bisa di katakan hidup. Mati adalah ketika benang penghubung kedua lapisan badan ini terputus. sehingga seluruh lapisan badan yaitu sapta sarira tersebut akan kembali pada sumbernya masing-masing. badan kasar kembali pada panca mahabhuta begitu juga dengan yang lainnya.
ini dia sapta sarira menurut brahma vidya:
1.      sthula sarira, badan kasar, tubuh.
2.      maya sarira, sama dengan badan halus, badan ini dapat pergi jauh menembus ruang dan waktu bersama dengan manas, dengan tetap berhubungan dengan badan kasar melalui benang sutratman sebagai penghubung. lapisan ini kan tetap eksis di dekat maya sarira ketika seseorang telah meninggal, sebelum badan kasar itu benar benar lebur bersatu dengan panca maha butha. dan ini lah yang sering di sebut hantu kuburan, atau yang dalam budaya indonesia sering disebut dengan pocong, kuntilanak, setan, dan semacamnya. jadi semua hantu yang sering di takuti hanya bersifat bayangan dari badan kasar yang sudah mati, ketika badan kasar telah lebur menjadi satu dengan unsur-unsur dasarnya maka dengan sendirinya maya sarira ini akan lenyap. inilah yang menjadi alasan dalam tradisi hindu ketika seseorang meninggal, mayatnya dikremasi sehingga lebih cepat bdan kasar kembali ke unsur dasarnya, sehingga maya sarira lebih cepat kembali ke unsurnya pula. dengan mengetahui ini maka sudah seharusnya seseorang tidak perlu takut lagi terhadap kehadiran maya sarira.
3.      prana sarira. sama dengan nafas, nafas yang lebih halus, tenaga hidup setiap mahluk hidup. bagi seorang tantrik akan menggunakan tenaga ini atau lapisan badan ini untuk membakitkan kekuatan yang tertidur atau sering di sebut dengan kundalini. bahkan seorang yogi dengan memanfaatkan energi prana mampu untuk tidak makan seumur hidup di mulai dari waktu dia memanfaatkan energi ini.
4.      manas sarira, merupakan kedudukan segala keinginan dan nafsu. jika seseorang marah atau bahagia atau yang lainnya, maka disinilah pusatnya. ketika panca indra mengalami kontak atau interaksi dengan objek luar maka reaksi yang akan timbul, apakah itu, sakit hati, marah, sabar, sedih dan lain sebagainya, di putuskan disini sebelum akhirnya dsalurkan keluar, dalam bentuk ekspresi. lapisan ini mampu menjelajah keluar menembus ruang dan waktu pada saat seseorang tertidur atau dalam keadaan tidak sadar lainnya. sehingga seseorang terkadang merasa pernah merasakan atau mengalami suatu kejadian sebelumnya (de javu). para yogi yang hebat menggunakan lapisan badan ini dan lapisan maya sarira untuk sengaja menjelah ruang dan waktu atau ke alam lain dengan penuh kesadaran.
5.      karana sarira,ini adalah lapisan dimana seseorang terikat dengan Hukum karma, pada lapisan ini  dualitas benar benar eksis. lapisan ini merupakan benih dari perjalanan hidup seseorang selanjutnya, pada lapisan inilah yang namanya karma wasana eksis. surga dan neraka juga eksis dalam alam ini.
6.      Budhi sarira, ini adalah apa yang sering di sebut hati nurani, yang tak pernah salah, dimana lapisan ini mengidentifikasi baik dan buruk. dan segala kebijaksanaan.
7.       antah karana sarira, ini adalah lapisan Tuhan, pusat hidup dari seluruh sarira yang ada.
dengan mengetahui ini tentu tidak ada lagi ketakutan dengan kematian, kematian tidak menjadikan ada yang hilang, semua yang ada tidak pernah akan tidak ada dan yang tidak ada tidak pernah akan ada. kematian hanyalah perubahan bentuk dan proses kembali kebentuk semula. ketika mati, maka badan kasar akan terurai kembali pada unsur dasar yang membentuknya yaitu panca mahabhuta, nafas kembali ke angin atau udara, daging kembali ke tanah, tulang kembali ke batu, darah dan semua bentuk cairan tubuh kembali ke air, dan begitu juga dengan yang lainnya, kembali ke wujud semula. mati berarti melepaskan badan yang sudah usang untuk menggunakan kembali badan yang baru. dengan begitu lantas apa lagi yang ditakuti atas kematian.?

Minggu, 27 Oktober 2013

Tuhan



Tuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, di jelaskan “yang dipercayai oleh orang yang beragama sebagai  Zat Yang  Mahatingi, yang Mahakuasa, Mahatahu, Maha Pengasih, Yang mencipta langit dan bumi dan segala isinya, yang kekal dan abadi untuk selama lamanya, tunggal dan tiada sekutu dengan_Nya;”(Badudu-Zain : 1542)
Dalam kepercayaan Hindu Tuhan di deskripsikan sebagai Brahman. Ajaran Tattwa menjelaskan Tuhan sebagai personal dan impersonal, yaitu Tuhan yang berwujud (personal) dan Tuhan yang tak berwujud (Impersonal). Tuhan yang berwujud atau personal god merupkan manifestasi dari Tuhan yang tidak berwujud (impersonal god), dengan alasan keterbatasan pemikiran manusia untuk berkonsentrasi pada sesuatu yang tidak berwujud (impersonal). Tuhan dalam wujud di gambarkan dengan dewa-dewa seperti Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) atau dewa yang lain seperti dewa agni(dewa api), baruna atau waruna (dewa lautan) dewa bayu, yama, dharma dan yang lainnya. Wujud dewa-dewa ini merupakan manifestasi dari kekuatan alam yang ada, dan manusia memuja dewa – dewa tertentu dengan tujuan pemenuhan keinginan mereka saja, sehingga dari sekian banyak umat hindu mereka memuja wujud dewa yang berbeda, bahkan ada yang memuja wujud leluhur dan atau wujud kekuatan yang lainnya. semua itu hanya demi kepuasan pikiran dan bhatin (atmanstuti). lalu bagaimana jika tidak puas..?
impersonal god ,Tuhan tak berwujud, atau kosong atau hampa, dikatakan tak berwujud sebenarnya itulah wujudnya, wujudnya sebagai yang tak berwujud. Dari sekian banyak yang mengetahui wujud ini, hanya sedikit yang memahaminya dari sedikit yang memahaminya hanya beberapa saja yang mampu menyadari dan merealisasikanNya. Dalam konsep ini masih memiliki lapisan halus, kosep ini merupakan tangga terakhir, sebelum sampai pada Kesadaran tertinggi. Kosong dimana kosongpun tidak ada.\

impersonal god sering di sebut sebagai Maha Karana atau penyebab dari segalanya, meski kosong wujud ini masih di pengaruhi sebab meski tak di pengaruhi akibat, yang dalam mandukya upanisad disebut Prajna, sifatnya semi Advaita atau wasisthadvaita. Dalam Tattwa sering di sebut dengan Purusha dan Predana, wujud energi positif dan negatif, dan wujud inilah yang seperti namaNya Maha karana menjadi sebab dari segalanya yaitu alam semesta beserta isinya. Karena sifat dasar dari Maha Karana (Purusha dan predana) adalah positif dan negatif, maka itulah yang menjadikan dalam kehidupan ini semua alam beserta isinya tanpa kecuali termasuk para dewa sekalipun terjerat oleh dualitas tersebut yang oleh para yogi sering di sebut dengan pasangan abadi yaitu kebahagiaan dan penderitaan, suka dan duka, siang dan malam, hidup dan mati, positif dan negatif,bahkan bumi dimana mahluk hidup berada, eksis dengan  kutub utara dan selatan yang menjadi poros utamanya, inilah yang di sebut dengan Dualitas/ Dvaita. Dari Maha karana inilah Makro dan mikro kosmos terbentuk, dan Maha Karana terwujud dari sesuatu yang kosong yang tak berawal dan berakhir yang benar-benar bebas dari yang namanya sebab akibat dalam mandukya upanisad ini disebut Turiya. Wujud Tuhan ini dalam Tattwa sering disebut dengan wujud yang tak terfikirkan (acintya rupa)  tapi sebenarnya sih terfikirkan, jika tidak bagaimana istilah tak terfikirkan itu  bisa muncul? mungkin lebih tepatnya, belum ada istilah dalam bahasa manapun yang mampu mendefinisikan atau menjelaskan keberadaanNya dengan sempurna. Dalam beberapa literatur juga sering ditemui istilah purusha uttama.

Purusha Utama atau Tuhan atau Brahman merupakan eksistensi yang tak terbatas, Maha segalanya, tak berwujud, abadi, tak berawal dan tak berakhir, identik dengan kebebasan karena sifatNyalah bebas itu, bebas dari segala bentuk keterikatan, jika di ibaratkan mengupas bawang maka pemahamannya sama seperti kulit bawang terakhir dikupas, setelah kulit bawang terakhir terkupas maka munculah Kebenaran itu yang adalah Tuhan.\. jika kulit bawang terakhir terkupas apa yang ada? tidak ada! dan itulah kebenarannya dan itulah Tuhan.
Pada gambar 2 Tuhan mengatasi segalanya, merupakan awal dari yang awal, Dia yang tak tersentuh namun dapat di alami dan di rasakan (dirasakan berupa kebahagiaan dan kenikmatan bahkan lebih membahagiakan dan nikmat dari apa yang pernah di rasakan). erupakan kebenaran tertinggi, bebas. Tuhan merupakan identitas tanpa identitas. sifatNya statis, bentuk satu satunya adalah kosong itu sendiri, para Guru dan para yogi menyebutnya sebagai kesadaran yang tertinggi, tak dapat di temukan dimanapun juga meski ada dimana-mana, meliputi segalanya. Tapi bisa di rasakan dan di alami dengan Meditasi tingkat tinggi yang tentu saja melalui bimbingan seorang Guru yang mumpuni. Jika seseorang telah mendapat bimbingan dari seorang guru dan telah fasih melakukan latihan spritual dan meditasi, seseorang akan mampu menghapus debu yang menutupi cermin kehidupannya, sehingga cerminya menjadi bening hingga dapat melihat realitas sang diri yang utama, keadaan ini menjadikan seseorang itu merasakan kebahagian dengan kualitas yang sangat berbeda dengan kebahgiaan yang dirasakan ketika terpenuhinya keinginan dunia, sebuah kebahagiaan yang sangat halus namun tak terbatas, sifatnya abadi. kebahagiaan ilahi. seorang Yogi yang tercerahkan, yang telah mengalami kebenaran sejati, maka tak akan tertarik lagi akan kebahagiaan dunia yang semu, mereka telah jatuh cinta pada kebahagiaan abadi yang bahkan tak terjelaskan dengan kata-kata.
Awal dari sebuah awal adalah kosong. Jika kita ingin membuat tulisan, maka harus mengawalinya di atas kertas kosong, membuat rumah juga harus di lahan yang kosong, membuat kopi harus dengan gelas yang kosong. Kita hanya bisa meletakan sesuatu pada tempat yang kosong, kosep ruang kosong ini masih lah sederhana sedangkan Tuhan adalah konsep Kosong  yang universal tak terbatas. Kosong pada gelas, pada lahan, ruangan, hanya bagian kecil dari kosong yang lebih besar yang ; lebih tak terbatas. Kosong yang lebih kecil yang disebutkan pada contoh kecil sama dengan kosong yang universal dan yang tak terbatas, sama – sama kosong, jika batasan- batasan kosong pada contoh kecil di hilangkan secara menyeluruh maka kosong yang ada pada contoh kecil tadi akan menyatu dengan kosong yang lebih besar. Coba lihat gelas yang kosong, kosong pada gelas masih terbatas pada lingkaran gelas tersebut, begitulah kebenaran yang terselimuti oleh tubuh manusia, sehingga seorang yogi menyebut tubuh sebagai kuil Tuhan, dan sekarang bayangkan kosong yang ada di luar gelas, bayangkan jika di luar gelas tak ada satu apapun termasuk “kita” apa yang terbayangkan? kosong yang tak memiliki batasan, seperti melihat langit, birunya menandakan tak terbatasnya langit, terlihat biru hanya kerena terbatasnya indera yang melihatnya. jika gelas di hancurkan maka kosong yang ada dalam gelas akan membaur dengan kosong di luar gelas yang tak terbatas, dan tidak lagi bisa di bedakan mana kosong yang ada dalam gelas tadi dan mana yang kosong yang yang ada di luar gelas. Semuanya hanya Kosong yang sama, one and only. Namun kosepnya tak berhenti pada bersatunya kosong pada objek dengan kosong yang lebih besar di luar objek, karna kosong  itu masihlah terlapisi dengan adanya angin, dan serta energi – energi yang halus, dimana masih ada pengaruh “pasangan abadi” dualitas. jika yang halus ini sirna maka munculah kosong yang lebih halus (prajna) yang dalam ulasan Bhagavad Gita disebut sebagai keadaan Vasisthadvaita yaitu keadaan setengah advaita, dimana dalam kekosongan itu masih memiliki pengaruh sebab meski tak lagi di pengaruhi akibat (sebab utama) layaknya kosong yang menjadi alasan keberadaan, tapi tak terpengaruh oleh keberadaan itu sendiri. jika lapisan ini juga terlampaui, maka akan muncul kebenarannya yaitu kosong dimana tak ada lagi kosong. Kosong Universal melampaui segalanya, Murni sifatnya, tetap, bebas, dan Bahagia. Inilah Tuhan, Inilah kebenaran sejati, sang diri sejati. Tuhan yang oleh sri Krisna dikatakan bahkan para dewa dan yogipun tak mengetahui_Nya. karena hanya Orang yang telah tercerahi, yang telah mengalami kesadaran yang mampu menyadari eksistensi Sejati tersebut. 
Dengan memahami kebenaran sejati, maka persepsi tentang Tuhan pun akan berbeda, lebih-lebih jika telah memiliki pengalaman serta mengalami kesadaran melalui meditasi. Tuhan hanya sebuah istilah sebagai pertanda betapa terbatasnya mahluk hidup dalam hal ini manusia dengan segala indria yang di anugrahkan padanya. Lalu setelah mengetahui “ ITU “ apakah masih ada Tuhan?
Tuhan tidak ada, tentu saja ketika seseorang telah mendapat pencerahan, setelah mengalami sendiri kebenaran sejati. M.K. Gandhi pernah mengatakan “tidak ada Tuhan yang lebih tinggi dari Kebenaran”. Dalam Ithihasa dan purana serta sastra upanisad Para Guru telah berulang kali menjelaskan tentang Kebenaran itu, Bukan Tuhan tapi Kebenaran. Tuhan itu tidak ada, karena Tuhan selama ini di gunakan sebagai istilah untuk mendeskripsikan kebenaran yang “tidak ada” itu saja, dan kebenarannya adalah kebenaran itu sendiri. Tidak ada,  karena memang tidak ada apa-apa, dan inilah ciri atau sifatnya; murni, bukan ini, bukan itu, tak berawal, tak berakhir,lebih tinggi dari yang tertinggi, lebih rendah dari yang terendah, lebih besar dari yang paling besar, dan lebih kecil dari yang yang paling kecil, tak terbasahi oleh air, tak terbakar oleh air, tak terkeringkan oleh angin, tak terlukai oleh senjata, bukan wanita atau lelaki tak jua di antaranya, berada dimana-mana. Semua itu adalah sifat Tuhan, dan sifat itu hanya indentik dengan kehampaan murni, ketiadaan yang paling dalam yang bahkan kosong pun tak ada.
“OM Namo Narayana” “OM Saraswati Ya Namaha”. sujud PadaMU, semoga apa yang ku sampaikan adalah kebenaran dariMU semoga bukan yang yang lain selain kebenaran yang tersampaikan.”OM Santih Santih Santih OM”
 


De Javu



Pernah dengar kata De Javu? De Javu adalah sebuah judul film yang di perankan oleh Danzel Washington (Danzel Jermaine Washington, Jr.), film ini bercerita tentang sebuah kejadian yang tokoh di dalm film ini merasa sudah pernah mengalaminya sebelumnya, tapi kita tidak akan membahas tentang film ini, kita akan membahas tentang apa yang di angkat oleh film ini yaitu De Javu kejadian yang sudah pernah kita alami sebelumnya.
Dulu ketika masih kuliah ketika masa PPL di sebuah sekolah menengah atas di wilayah mataram, saya berkesempatan melihat seoarang siswa bertanya pada guru agamanya,” sy pernah mengalami suatu kejadian dan saya merasa sudah pernah mengalaminya sebelumnya, itu bgaimana?” begitulah siswa itu bertanya pada gurunya, dan saya mendengar guru itu menjawab” itu bukti adanya reikarnasi!” dan guru itu mulai berargumen tentang jawabannya yaitu reinkarnasi, di sisi lain saya juga sering mendengar pertanyaan yang sama sering di utarakan di lingkungan kampus dan jawabannya masih sama reikarnasi, dan banyak pihak yang merasa kejadian itu bagian dari mimpi.
Lalu bagaimana kejadian itu bisa kita alami?
De Javu, kejadian yang rasanya sudah kita alami sebelumnya, dan dari sekian banyak orang yang pernah merasakannya, saya adalah salah satunya dan saya sangat sering mengalaminya dan bahkan saya kadang bisa mengurutkan kejadian yang saya alami dalam beberapa saat kemudian sebelum saya mengalaminya, karena sebelumnya saya sudah mengalaminya. Seseorang yang mengalami fenomena ini cendrung tertegun sejenak atas apa yang di alami, karena mereka menyesuaikan apa yang di alami dengan apa yang ada dalam ingatan mereka atas apa yang dialami “kayaknya sih ini udah pernah terjadi” dan dalam hati pasti ini yang terkatakan.
Kenapa kita mengalaminya?
Sebelumnya mari kita bahas dulu tentang diri kita (manusia-red), kita kenali dulu struktur tubuh kita dengan baik, dan baru dari sini kita bisa mencari jawaban dari De Javu.

Sapta sarira atau tujuh lapisan tubuh manusia.
Menurut Brahma Widya ada tujuh lapisan yang membentuk tubuh manusia secara utuh (sapta sarira) dimana tujuh lapisan itu adalah sebagai berikut:
1.      Sthula sarira
Sthula Sarira adalah bagian badan kasar (Tubuh Arafiah) tubuh yang bisa di lihat nyata, tangan, kaki, kepala, mata rambut dll.
2.      Maya sarira
Maya Sarira merupakan badan yang sifatnya bayangan, antara maya sarira dan sthula sarira di hubungkan dengan benang yang di sebut sutratman atau suratman yang berwarna kuning keemasan. Maya sarira dapat pergi jauh, sejauh mungkin melewati ruang dan waktu, tapi masih berhubungan dengan Sthula sarira melalui benang penghubung sutratman, jika benang ini putus maka saat itulah manusia di katakan mati.
3.      Prana sarira
Merupakan lapisan prana, wujudnya angin, menjadi tenaga hidup manusia, prana sarira dapat di jaga dengan melakukan pranayama dengan teratur.
4.      Manas sarira
Merupakan kedudukan segala bentuk keinginan dan nafsu. Manas sarira memiliki warna yang berbeda tergantung sifat dari seseorang, lapisan ini yang sering di sebut dengan aura. Manas sarira ini bisa keluar dari  badan bersama dengan maya sarira, bahkan para yogi dan orang suci yang mumpuni sering menggunakan kedua badan ini untuk menjelajah dengan bebas ruang dan waktu.
5.      Karana sarira
Merupakan pusat penalaran, logika, wiweka, disinilah tempatnya memori manusia.
6.      Budhi sarira
Inilah yang disebut dengan lubuk hati atau nurani. Pusat kejujuran. Meditator akan merasakan kebahagiaan ketika memasuki lapisan ini.


7.      Antah Karana sarira
Inilah pusat dari semua sarira yang ada. merupakan kebenaran yang sejati. Pusat kehidupan manusia. Inilah Tuhan yang bersemayam dalam tubuh manusia.
Itulah sedikit penjelasan tentang sapta sarira, sapta sarira inilah yang membentuk tubuh manusia secara utuh sehingga menjadi mahluk hidup yang mampu berfikir dan memiliki budaya.
Kembali lagi ke De Javu.
De Javu merupakan pengalaman dari badan halus kita yang menembus ruang dan waktu, entah itu ke masa depan atau ke masa lalu. seperti penjelasan dari sapta sarire di atas, kita ketahui ada dua bagian dari tujuh bagian sarira yang dapat keluar dari tubuh, dan melakukan penjelajahan, yang oleh para yogi dan para orang suci yang telah menguasai teknik yoga dan meditasi melakukannya dengan penuh kesadaran, dan kita pribadi yang biasa tak menyadari bahwa dua lapisan dari tubuh kita telah melakukan perjalanan panjang dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya, menembus ruang dan waktu.
Dua lapisan itu adalah maya sarira dan manas sarira, kedua lapisan ini pergi melakukan perjalanan tanpa kita sadari entah pada saat kita tertidur atau pada saat yang lainnya yang jelas itu di luar kesadaran kita. Kedua badan ini bisa saja melakukan perjalanan ke masa depan, kemasa dimana kita belum berada dan akan berada nantinya. Saat kesadaran itu itu kembali maka memori tentang perjalanannya itu tetap terekam dengan baik, dan ketika tiba saatnya kita melangkah ke masa depan di mana maya dan manas sarira pernah menjelajah tanpa kita sadari, secara otomatis pusat memori kita mengenali kondisi, tempat atau kejadian yang sedang kita alami saat itu. dan kita akan merasakannya itu, pernah mengalaminya sebelumnya.
fenomena ini tentu saja buka fenomena yang ada hubungannya dengan masa lalu atau reinkarnasi, karena masa lalu tidak pernah ada di masa sekarang atau di masa depan, begitu juga sebaliknya masa depan tidak akan pernah berada di masa kini atau di masa lalu. semua masa dan urutan waktu tetap berada pada porosnya masing-masing, karena memang sifat waktu adalah tetap, statis. hanya kita saja yang bergerak melaluinya. ini hanya permainan maya dunia materil, sehingga semuanya seolah olah terlihat berbeda. sama halnya ketika kita berkendara, pohon-pohon di sepanjang jalan yang kita lalui seolah-olah bergerak begitu cepat melalui kita, tapi sebenarnya adalah kita yang melaju dengan cepat dan kitalah yang melalui pohon-pohon itu, sekali lagi semua ini hanya produk pikiran saja,dan pikiran ini adalah maya sifatnya.
Jadi De Javu bukanlah hasil dari mimpi atau ada hubungannya dengan masa lalu atau reinkarnasi. De Javu adalah hasil dari pengalaman pikiran dalam hal ini adalah maya sarira dan manas sarira yang melakukan perjalanan menembus ruang dan waktu. dan satu hal yang perlu kita ingat pengalaman De Javu adalah salah satu bukti bahwa masa depan itu sudah ada.