Senin, 19 Agustus 2013

Pena Sang Pujangga

Aku untai kata -  kata ini, dari sebuah kekaguman hati, akan betapa cantik dan manisnya sebuah senyuman di wajah yang begitu indah. Aku lupa betapa indahnya pelangi kala tangisan langit biru mereda, aku tak ingat betapa mempesonanya senyum mentari kala terbit dari kerling sang fajar pagi, hanya karena mata ini terpaku pada seraut wajah yang seakan menghipnotisku dan buatku tanpa sadar ukir begitu banyak senyum di bibirku yang tak sanggup berucap. Jika kiranya Tuhan adalah seniman maka aku yakin wajahmu, senyummu, keelokanmu adalah mahakarya_Nya yang begitu indah. Aku bingung bagaimana kau begitu cantik hingga rembulan enggan bersinar di hadapanmu, gemerlap sang bintang berebut menatap wajahmu hingga lupa akan pekatnya malam yang semakin hitam. dan kiranya malam yang yang sepi semakin sunyi karna merindu.adakah kau terlahir dari peraduan teratai yang begitu lembut dari kolam surgawi para bidadari. kata kata ini yang coba kurangkai dari decak kagum yang menggema di setiap mili dinding hatiku , yang mungkin masih tercecer tak jua mampu wakili betapa indahnya dirimu. sang pujangga tak boleh melihatmu, jika tidak dia akan mulai memaksa beningnnya embun pagi untuk merayumu, terpaksa rumputpun akan di titipi syair cinta untukmu..mungkin akan di rajut untaian sutra asmara dari penanya yang menari setiap kali wajahmu terlihat, maka langit biru akan menjadi kertas sang pujangga meski tak cukup untuk menulis sayair rindu untukmu. hingga meraka para pujangga akan membakar syair mereka mungkin juga awan yang berarak itu, hanya karna tak juga cukup melukismu dengan sejuta istana keindahanmu. kau bak bidadari yang hinggap di peraduan hati di ujung fajar pagi yang kini akan abadi di setiap pena yang menari dari para budak keindahan di akhir pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar