Minggu, 27 Oktober 2013

Tuhan



Tuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, di jelaskan “yang dipercayai oleh orang yang beragama sebagai  Zat Yang  Mahatingi, yang Mahakuasa, Mahatahu, Maha Pengasih, Yang mencipta langit dan bumi dan segala isinya, yang kekal dan abadi untuk selama lamanya, tunggal dan tiada sekutu dengan_Nya;”(Badudu-Zain : 1542)
Dalam kepercayaan Hindu Tuhan di deskripsikan sebagai Brahman. Ajaran Tattwa menjelaskan Tuhan sebagai personal dan impersonal, yaitu Tuhan yang berwujud (personal) dan Tuhan yang tak berwujud (Impersonal). Tuhan yang berwujud atau personal god merupkan manifestasi dari Tuhan yang tidak berwujud (impersonal god), dengan alasan keterbatasan pemikiran manusia untuk berkonsentrasi pada sesuatu yang tidak berwujud (impersonal). Tuhan dalam wujud di gambarkan dengan dewa-dewa seperti Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) atau dewa yang lain seperti dewa agni(dewa api), baruna atau waruna (dewa lautan) dewa bayu, yama, dharma dan yang lainnya. Wujud dewa-dewa ini merupakan manifestasi dari kekuatan alam yang ada, dan manusia memuja dewa – dewa tertentu dengan tujuan pemenuhan keinginan mereka saja, sehingga dari sekian banyak umat hindu mereka memuja wujud dewa yang berbeda, bahkan ada yang memuja wujud leluhur dan atau wujud kekuatan yang lainnya. semua itu hanya demi kepuasan pikiran dan bhatin (atmanstuti). lalu bagaimana jika tidak puas..?
impersonal god ,Tuhan tak berwujud, atau kosong atau hampa, dikatakan tak berwujud sebenarnya itulah wujudnya, wujudnya sebagai yang tak berwujud. Dari sekian banyak yang mengetahui wujud ini, hanya sedikit yang memahaminya dari sedikit yang memahaminya hanya beberapa saja yang mampu menyadari dan merealisasikanNya. Dalam konsep ini masih memiliki lapisan halus, kosep ini merupakan tangga terakhir, sebelum sampai pada Kesadaran tertinggi. Kosong dimana kosongpun tidak ada.\

impersonal god sering di sebut sebagai Maha Karana atau penyebab dari segalanya, meski kosong wujud ini masih di pengaruhi sebab meski tak di pengaruhi akibat, yang dalam mandukya upanisad disebut Prajna, sifatnya semi Advaita atau wasisthadvaita. Dalam Tattwa sering di sebut dengan Purusha dan Predana, wujud energi positif dan negatif, dan wujud inilah yang seperti namaNya Maha karana menjadi sebab dari segalanya yaitu alam semesta beserta isinya. Karena sifat dasar dari Maha Karana (Purusha dan predana) adalah positif dan negatif, maka itulah yang menjadikan dalam kehidupan ini semua alam beserta isinya tanpa kecuali termasuk para dewa sekalipun terjerat oleh dualitas tersebut yang oleh para yogi sering di sebut dengan pasangan abadi yaitu kebahagiaan dan penderitaan, suka dan duka, siang dan malam, hidup dan mati, positif dan negatif,bahkan bumi dimana mahluk hidup berada, eksis dengan  kutub utara dan selatan yang menjadi poros utamanya, inilah yang di sebut dengan Dualitas/ Dvaita. Dari Maha karana inilah Makro dan mikro kosmos terbentuk, dan Maha Karana terwujud dari sesuatu yang kosong yang tak berawal dan berakhir yang benar-benar bebas dari yang namanya sebab akibat dalam mandukya upanisad ini disebut Turiya. Wujud Tuhan ini dalam Tattwa sering disebut dengan wujud yang tak terfikirkan (acintya rupa)  tapi sebenarnya sih terfikirkan, jika tidak bagaimana istilah tak terfikirkan itu  bisa muncul? mungkin lebih tepatnya, belum ada istilah dalam bahasa manapun yang mampu mendefinisikan atau menjelaskan keberadaanNya dengan sempurna. Dalam beberapa literatur juga sering ditemui istilah purusha uttama.

Purusha Utama atau Tuhan atau Brahman merupakan eksistensi yang tak terbatas, Maha segalanya, tak berwujud, abadi, tak berawal dan tak berakhir, identik dengan kebebasan karena sifatNyalah bebas itu, bebas dari segala bentuk keterikatan, jika di ibaratkan mengupas bawang maka pemahamannya sama seperti kulit bawang terakhir dikupas, setelah kulit bawang terakhir terkupas maka munculah Kebenaran itu yang adalah Tuhan.\. jika kulit bawang terakhir terkupas apa yang ada? tidak ada! dan itulah kebenarannya dan itulah Tuhan.
Pada gambar 2 Tuhan mengatasi segalanya, merupakan awal dari yang awal, Dia yang tak tersentuh namun dapat di alami dan di rasakan (dirasakan berupa kebahagiaan dan kenikmatan bahkan lebih membahagiakan dan nikmat dari apa yang pernah di rasakan). erupakan kebenaran tertinggi, bebas. Tuhan merupakan identitas tanpa identitas. sifatNya statis, bentuk satu satunya adalah kosong itu sendiri, para Guru dan para yogi menyebutnya sebagai kesadaran yang tertinggi, tak dapat di temukan dimanapun juga meski ada dimana-mana, meliputi segalanya. Tapi bisa di rasakan dan di alami dengan Meditasi tingkat tinggi yang tentu saja melalui bimbingan seorang Guru yang mumpuni. Jika seseorang telah mendapat bimbingan dari seorang guru dan telah fasih melakukan latihan spritual dan meditasi, seseorang akan mampu menghapus debu yang menutupi cermin kehidupannya, sehingga cerminya menjadi bening hingga dapat melihat realitas sang diri yang utama, keadaan ini menjadikan seseorang itu merasakan kebahagian dengan kualitas yang sangat berbeda dengan kebahgiaan yang dirasakan ketika terpenuhinya keinginan dunia, sebuah kebahagiaan yang sangat halus namun tak terbatas, sifatnya abadi. kebahagiaan ilahi. seorang Yogi yang tercerahkan, yang telah mengalami kebenaran sejati, maka tak akan tertarik lagi akan kebahagiaan dunia yang semu, mereka telah jatuh cinta pada kebahagiaan abadi yang bahkan tak terjelaskan dengan kata-kata.
Awal dari sebuah awal adalah kosong. Jika kita ingin membuat tulisan, maka harus mengawalinya di atas kertas kosong, membuat rumah juga harus di lahan yang kosong, membuat kopi harus dengan gelas yang kosong. Kita hanya bisa meletakan sesuatu pada tempat yang kosong, kosep ruang kosong ini masih lah sederhana sedangkan Tuhan adalah konsep Kosong  yang universal tak terbatas. Kosong pada gelas, pada lahan, ruangan, hanya bagian kecil dari kosong yang lebih besar yang ; lebih tak terbatas. Kosong yang lebih kecil yang disebutkan pada contoh kecil sama dengan kosong yang universal dan yang tak terbatas, sama – sama kosong, jika batasan- batasan kosong pada contoh kecil di hilangkan secara menyeluruh maka kosong yang ada pada contoh kecil tadi akan menyatu dengan kosong yang lebih besar. Coba lihat gelas yang kosong, kosong pada gelas masih terbatas pada lingkaran gelas tersebut, begitulah kebenaran yang terselimuti oleh tubuh manusia, sehingga seorang yogi menyebut tubuh sebagai kuil Tuhan, dan sekarang bayangkan kosong yang ada di luar gelas, bayangkan jika di luar gelas tak ada satu apapun termasuk “kita” apa yang terbayangkan? kosong yang tak memiliki batasan, seperti melihat langit, birunya menandakan tak terbatasnya langit, terlihat biru hanya kerena terbatasnya indera yang melihatnya. jika gelas di hancurkan maka kosong yang ada dalam gelas akan membaur dengan kosong di luar gelas yang tak terbatas, dan tidak lagi bisa di bedakan mana kosong yang ada dalam gelas tadi dan mana yang kosong yang yang ada di luar gelas. Semuanya hanya Kosong yang sama, one and only. Namun kosepnya tak berhenti pada bersatunya kosong pada objek dengan kosong yang lebih besar di luar objek, karna kosong  itu masihlah terlapisi dengan adanya angin, dan serta energi – energi yang halus, dimana masih ada pengaruh “pasangan abadi” dualitas. jika yang halus ini sirna maka munculah kosong yang lebih halus (prajna) yang dalam ulasan Bhagavad Gita disebut sebagai keadaan Vasisthadvaita yaitu keadaan setengah advaita, dimana dalam kekosongan itu masih memiliki pengaruh sebab meski tak lagi di pengaruhi akibat (sebab utama) layaknya kosong yang menjadi alasan keberadaan, tapi tak terpengaruh oleh keberadaan itu sendiri. jika lapisan ini juga terlampaui, maka akan muncul kebenarannya yaitu kosong dimana tak ada lagi kosong. Kosong Universal melampaui segalanya, Murni sifatnya, tetap, bebas, dan Bahagia. Inilah Tuhan, Inilah kebenaran sejati, sang diri sejati. Tuhan yang oleh sri Krisna dikatakan bahkan para dewa dan yogipun tak mengetahui_Nya. karena hanya Orang yang telah tercerahi, yang telah mengalami kesadaran yang mampu menyadari eksistensi Sejati tersebut. 
Dengan memahami kebenaran sejati, maka persepsi tentang Tuhan pun akan berbeda, lebih-lebih jika telah memiliki pengalaman serta mengalami kesadaran melalui meditasi. Tuhan hanya sebuah istilah sebagai pertanda betapa terbatasnya mahluk hidup dalam hal ini manusia dengan segala indria yang di anugrahkan padanya. Lalu setelah mengetahui “ ITU “ apakah masih ada Tuhan?
Tuhan tidak ada, tentu saja ketika seseorang telah mendapat pencerahan, setelah mengalami sendiri kebenaran sejati. M.K. Gandhi pernah mengatakan “tidak ada Tuhan yang lebih tinggi dari Kebenaran”. Dalam Ithihasa dan purana serta sastra upanisad Para Guru telah berulang kali menjelaskan tentang Kebenaran itu, Bukan Tuhan tapi Kebenaran. Tuhan itu tidak ada, karena Tuhan selama ini di gunakan sebagai istilah untuk mendeskripsikan kebenaran yang “tidak ada” itu saja, dan kebenarannya adalah kebenaran itu sendiri. Tidak ada,  karena memang tidak ada apa-apa, dan inilah ciri atau sifatnya; murni, bukan ini, bukan itu, tak berawal, tak berakhir,lebih tinggi dari yang tertinggi, lebih rendah dari yang terendah, lebih besar dari yang paling besar, dan lebih kecil dari yang yang paling kecil, tak terbasahi oleh air, tak terbakar oleh air, tak terkeringkan oleh angin, tak terlukai oleh senjata, bukan wanita atau lelaki tak jua di antaranya, berada dimana-mana. Semua itu adalah sifat Tuhan, dan sifat itu hanya indentik dengan kehampaan murni, ketiadaan yang paling dalam yang bahkan kosong pun tak ada.
“OM Namo Narayana” “OM Saraswati Ya Namaha”. sujud PadaMU, semoga apa yang ku sampaikan adalah kebenaran dariMU semoga bukan yang yang lain selain kebenaran yang tersampaikan.”OM Santih Santih Santih OM”
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar